Menjadi Seperti Rumput
Rumput tumbuh
panjang di lapangan bola, tumbuh menjulang ke atas dan buat siapa saja yang
bermain bola kesulitan menendang bola. Ia harus rela diinjak-injak oleh manusia
yang bermain bola. Menahan beban manusia-manusia yang lumayan berat.
Ia tak punya
tangan untuk berpegang, tertekan ke arah bawah dengan keras. Si rumput harus
hancur menjadi kekuningan. Injakan manusia begitu membekas, rumput yang
memanjang seakan mulai mati. Terganti dengan rerumputan muda yang ingin unjuk
diri.
Rumput itu ibarat
makhluk hijau nan menenangkan. Warna hijau layaknya sebuah penenang yang begitu
sempurna. Menghilangkan jutaan stres bagi yang melihatnya dan yang bermain di
atasnya.
Ia seakan bekerja
sama satu sama lain, menutupi tanah dan kerikil tajam. Melindungi manusia agar
tidak terluka saat terjatuh. Rumput pulalah yang tak hanya pelengkap tanah
gersang. Ia layaknya mendapatkan apresiasi lebih karena jasanya.
Baca juga: Filosofi Pohon
Saat pagi hari
datang, puluhan embun seakan menguap ke udara kembali saat matahari menyinari.
Hanya di rumputlah ia mampu bertahan lebih lama, ia saksi dinginnya malam dan
saksi hangatnya matahari.
Karena itulah rumput punya eksistensi tanpa batas,
penghias segala yang tak elok dipandang mata menjadi begitu memanjakan mata.
Itulah aku sang rumput yang tertiup angin di lapangan terbuka.
Tags:
Perumpamaan
0 comments