Upacara
kemerdekaan akan dimulai, barisan tamu utama duduk di bangku utama. Terlihat
jelas para tetua bangsa yang telah uzur di makan usia. Mereka hadir menyaksikan
saksi HUT RI yang penuh makna.
Setiap tahun
terasa spesial, terlihat jelas dari mata mereka yang tak pernah lepas dan
khidmat menyaksikan bangsa ini merdeka. Jauh dari kejauhan para pengibar sang
saka merah putih berkibar di tiang tertinggi, bukti bangsa ini tidak lagi
terjajah.
Jauh melintasi
waktu, mereka itulah para pahlawan kemerdekaan yang masih punya sisa-sisa
umurnya. Menyaksikan negeri ini merdeka puluhan tahun lalunya dari belenggu
penjajah yang memeras hasil negeri berabad-abad lamanya.
Mereka pun
tergerak hatinya, ingin memulai cita-cita bangsa yang telah lama terkungkung.
Bersatu padu membentuk barisan melawan penjajahan yang berlarut-larut. Walaupun
kalah akan persenjataan tapi para pahlawan menang akan semangat.
Mereka seakan
lupa bahwa bambu runcing yang diambil di belakang rumah mampu mengalahkan senjata
mutakhir miliki penjajah. Tanpa seragam lengkap namun hanya pakaian sehari-hari
berbalut semangat mengusir penjajah.
Pertarungan
sengit mengalahkan penjajah seakan menimbulkan korban jiwa tak sedikit, banyak
para pahlawan yang harus mengorbankan segalanya. Mulai dari harta, tenaga, dan
bahkan nyawa jadi taruhan wajib.
Tetua terdahulu
merasa bahwa sakit akan penjajah tidak lagi dirasakan oleh generasi
selanjutnya. Mereka ingin secepat mungkin lepas dari penjajah, melihat momentum
yang tepat mengakhiri segala penderitaan panjang ini. Untuk satu tekad yang itu
merdeka harga mati.
Tak kenal hari
melawan penjajah yang mulai terpojok oleh serangan sekutu, namun mereka seakan
tidak ingin melepaskan begitu saja. Tanah air ini begitu kaya dan tak ada
bangsa asing pun yang mau melepasnya begitu saja.
Perlawanan para
pahlawan seakan membuat penjajah harus kewalahan, membuat mereka harus
mengambil inisiatif angkat kaki. Banyaknya tumpahan darah para pahlawan yang
gugur tetap membuat semangat mereka tidak kendur, seakan nyawa baru lahir terus
mengusir penjajah di setiap langkah di tanah pertiwi.
Itu seakan
jelas saat para proklamator bangsa berkumpul, saat para pejuang sedang
menaklukkan sisa-sisa penjajah di setiap tanah pertiwi. Para tokoh penting
menggagas lahirnya proklamasi, makna penting dari kemerdekaan yang diharapkan
begitu lama.
Semua seakan
disokong oleh rasa sakit dan sepenanggungan yang sangat lama hingga akhirnya
kemerdekaan itu jadi nyata. Suka cita di seluruh negeri menyambut itu semua
termasuk para pahlawan yang ikut serta memerangi para penjajah.
Mereka
merasakan momentum itu baru kemarin terjadi dan kini mereka hanyalah pensiunan
pahlawan yang berusia sangat lanjut. Kado kemerdekaan yang tiap 17 Agustus
datang ialah cinta kasih penuh makna.
Medali penghargaan jadi salah satu penghargaan yang mereka terima
sebagai pahlawan bangsa yang masih tersisa. Andai mereka dan para pahlawan
tidak ada, mungkin kita buka siapa-siapa. Merasakan esensi kemerdekaan sesungguhnya
yang sulit direbut dari penjajah.
Terima kasih kami kepada perjuangan gigihmu, para pahlawan bangsa
Pagi pun mulai
datang saat matahari mulai muncul dari ufuk timur. Seorang pemuda paruh banyak
sedang duduk di salah satu pinggir dinding masjid. Ia sedang khusu’nya mengulang
ayat demi ayat bacaan Al-Quran, hasil hafalannya selama ini supaya lancar.
Menjadi
penghafal Al-Qur’an bukanlah perkara mudah, banyak dari calon hafiz yang tidak
kuat harus menyerah di tengah jalan. Butuh niat yang lurus dan ikhlas,
dibarengi dengan konsentrasi dan istiqamah menjalani proses panjang.
Apa itu passion?
Semua kini
sering mendengarnya setiap hari, passion ibarat hasrat terpendam yang sulit
muncul ke permukaan. Meraung-raung di dalam benak hati, ingin menunjukkan
kemampuannya sebenarnya.
Semangat itu kadang berada di atas dan
kadang pula di bawah. Perumpamaan ibarat layang-layang akan terbang tinggi
namun saat ada yang menarik benangnya maka layang-layang kembali membumi. Itulah
anomali yang naik serta turun tak menentu hingga membentuk kurva.
Manusia ini makhluk yang butuh dorongan
nan kuat, apakah itu dari inisiatif pribadi ataukah orang lain. Manusia butuh
orang lain menyemangati dirinya untuk menggapai cita-cita. Bisa itu dari
kata-kata nan bijak serta pengalaman yang orang lain tularkan kepada dirinya.
Itu ibarat pelecut menaikkan kembali semangat yang sempat pudar.
Mengenal Penulis
Top of The Top
-
Filosofi pohon, semakin rindang dan banyak buahnya makin banyak manusia yang memanfaatkannya. Terik panas yang membakar di siang hari ...
-
Hari mulai senja dan jam pulang kerja pun tiba, semua manusia yang bekerja hendak pulang ke rumahnya. Menghidupkan kendaraan-kendaraan...
-
Gunung terlihat menjulang tinggi, seperti ingin sekali menusuk-nusuk langit. Rupanya yang menjulang terlihat begitu gagah dari kejauhan. Sem...
-
Burung mulai bersiap-siap mengepakkan sayapnya untuk pulang ke rumah, langit mulai terlihat redup bercampur warna kekuningan. Matahari mulai...
-
Gelombang laut adalah benda laut yang sangat setia, tak pernah berpaling dari bibir pantai. Pernahkah dari kalian melihat gelombang laut sam...