Cermin engkau adalah refleksi nyata tubuh dan jiwa ini, saat bangun pagi di depan westafel hal yang paling pertama kamu lihat adalah wajahmu. Kusut ditimpa kasur dan penuh belekan di mata. Cermin tak pernah berbohong, sifatnya aslinya nyata adalah patokan saat melihat raut mukamu kala bangun tidur. Terlihat layu ataukah terlihat begitu menawan setelah berhias.
Hembusan asap
cerutu menyebar ke seluruh ruangan, pria berkumis tebal sedang sibuk minta
ampun. Ia menaruh cerutu di sebelah asap kaca dan di ujung telepon terdengar
percakapan alot. Suaranya terdengar aneh, aksen bahasanya berbeda jauh. Tawar-menawar
harga seakan terdengar di ujung telepon itu, hingga harga yang disepakati
mencapai deal.
Abu cerutunya
yang sudah memanjang di bibir asbak akhirnya ia angkat, seakan percakapan itu begitu panjang. Suasana ruangan
yang tadinya hening mendadak berubah riuh. Uang kini sudah di genggamannya.
Telepon di ujung sana rupanya datang dari manusia timur ujung yang kerap dengan
dunia judi.
Tak
ada yang menyangka itu adalah selasa kelam di kota metropolitan dunia, New York.
Langit begitu cerah dan aku siap dengan pekerjaan baruku di sebuah restoran
ternama. Bagaimana bangganya diriku bisa bekerja di sebuah restoran tertinggi
di kotaku. Orang tuaku di negara bagian pasti tersenyum bangga dengan
pekerjaanku saat ini.
Seseorang
mengerang kesakitan di pinggir lapangan ia mendapatkan terjangan keras dari
lawan. Terkapar tak berdaya, tak mampu melanjutkan pertandingan. Ia memegang
erat bagian kakinya. Seakan ada yang
salah, tulangnya mungkin saja patah atau bisa saja ototnya sobek. Ia menangis
tersendu-sendu karena timnya sangat membutuhkan dirinya. Tapi apa daya, sakit
itu tak tertahankan.
Di sebuah sudut
resto mewah kumpulan anak muda duduk rapi di saing berhadapan Mereka sibuk
dengan gawainya masing-masing, seakan ingin menampilkan sesuatu yang berbeda.
Pakaian serba
mewah melekat di tubuh dengan berbagai barang branded lainnya.
Dahulu mimpiku
bisa menendang bola bak superstar andalanku di lapangan hijau. Menciptakan gol
spektakuler hasil dari melewati barisan pertahanan lawan. Pikir bocah berumur
awal belasan dengan bola yang ia bawa dari rumahnya.
Lapangan di
dekat rumahnya ibarat panggung pertunjukan hingga mungkin kelak pemain besar
masa depan. Menendang bola sekeras-kerasnya hingga mendarat ke rawa-rawa selalu
dilakukan. Membuat capek sang kiper mengambil bola, serasa mimpi itu terasa
dekat.
Menjadi orang
yang idealis begitu sulit, cobaan selalu saja ada di sekitarnya. Di dunia ini
hanya ada dua golongan, mereka yaitu orang aneh yang memegang erat prinsip
idealisme dan mereka yang pasrah pada semua yang realistis nan apatis.
Idealis,
anggapan yang tergambar dari mereka yang memegang penuh rasa idealisme. Ia
seakan sangat antusias dan punya keyakinan penuh. Semua itu bercampur rasa
emosional dan visi nan menggebu di dalam jiwa.
Suara
kumandang Azan Magrib pun tiba, matahari telah terbenam di ufuk barat dan itu
tanda Bulan Ramadhan telah lewat. Kini giliran Bulan Syawal datang, menyambut
jutaan umat muslim yang telah melewati rintangan sebulan penuh dengan menahan
diri.
Lantunan takbir
pun setelah Salat Magrib berkumandang saling bergantian antara surau dengan
surau yang lain. Kini para muslim telah berhasil menunaikan segala kewajiban
selama sebulan penuh.
Kumandang azan
subuh memecah keheningan di subuh dengan napas tersengal-sengal sambil melihat
jam, ada perkara besar yang terlewatkan begitu saja. Ternyata itu tandanya
waktu imsak telah lewat, semakin jelas terlihat berwarna putih di langit
sebelah timur.
Ada apa gerangan... Ternyata waktu sahur telah lewat
Bangun dalam
keadaan penuh kegundahan tak karuan, apalagi di malam harinya tak ada makanan
yang mengganjal perut dan minuman yang membasahi tenggorokan. Menu yang
dipersiapkan harus terdiam tanpa bisa di makan. Imsak telah memberi tanda menyesakkan, tanpa bisa menyentuhkan makan yang telah disiapkan.
Petang pun
tiba, matahari hari mulai condong ke arah barat. Sudah saatnya ia harus pergi,
kini ia harus memberi cahayanya ke wilayah lain di muka bumi. Pendaran bias
cahaya begitu kentara, berwarna oranye bercampur kuning terlihat jelas dari
kaki langit.
Ia jadi saksi
terakhir sebelum matahari harus tenggelam seutuhnya. Manusia menyebutnya dengan
nama cakrawala. Garis lurus secara horizontal ialah lokasi cakrawala berada, ia
seakan begitu jelas terlihat di ujung lautan, padang rumput luas atau tempat
lain yang tak memberi batas.
Cakrawala jadi
batas terakhir matahari terlihat, memisahkan bumi dan langit oleh garis
samar-samar. Laut jadi media terbaik melihat cakrawala terlihat begitu jelas. Hanya
awan kelabu dan mendung yang bisa menghalangi cakrawala tidak terlihat di kala
senja.
Baca Juga: Gregetan
Jauh di belahan
bumi sana, cakrawala mula dikenal saat zaman Yunani kuno. Masyarakat setempat
menyebutnya dengan istilah Orizein yang artinya membatasi. Perbedaan itu
seakan mempertegas bahwa siang dan malam hanya dibatasi oleh garis bernama
cakrawala.
Hanya dalam
hitungan menit, ia mampu mengubah siang ke malam hari ataupun malam ke pagi
hari. Bergantian silih berganti setiap hari menjadi fenomenal biasa tapi penuh
makna. Para pemburu senja dan penikmat
pagi akan melihat cakrawala itu muncul dengan begitu syahdu. Garis-garis lurus
terlihat jelas memanjang sebelum matahari terbit atau pun tenggelam, hanya
manusia yang beruntung bisa melihatnya.
Tak hanya itu
saja, cakrawala jadi pertanda untuk makhluk nokturnal dan diurnal memulai aktivitasnya.
Panggilan alam ini membuktikan waktu si makhluk harus memulai dan mengakhiri aktivitasnya. Manusia hidup di bawah kaki langit namun merasakan cakrawala yang
berbeda, semua terbatas oleh waktu dan ruang.
Cakrawala juga
mengajarkan manusia akan semua berada pada titik terendah. Membuat manusia
belajar semua akan silih berganti dan naik serta turun seperti yang matahari contohkan.
Ini memberi
bukti manusia tak perlu berbangga diri akan pencapaiannya. Ia hanya makhluk kecil
di kaki langit yang dulunya berada di batas cakrawala sebelum melejit ke tengah
langit. Kadang ia lupa bahwa ia akan kembali ke posisi semula ke titik
cakrawala saat waktunya tiba.
Cakrawala tak hanya peristiwa alam semata, tapi pembelajaran untuk
siapa yang mau merenungkannya. Itulah aku garis pembatas antara langit dan
bumi, cakrawala.
Semua mulai
tertidur lelap dan bersanding dengan mimpinya masing-masing. Menutup rapat
kakinya dengan selimut sembari merebahkan seluruh tubuhnya di tempat tidur. Di saat bersamaan, ada
manusia-manusia yang hatinya gundah gulana, mencoba tidur tapi tak datang rasa kantuk
sedikit pun.
Pagi penuh kantuk
tak tertahankan, kantung mata seakan sulit terbuka. Itu ditambah buruk dengan
mata yang berkunang-kunang dari pagi hari. Tubuh seakan sempoyongan tanpa
ampun.
Ada apa gerangan
semalam seorang pria paruh baya tersebut begitu tak enak seharian, di saat
seluruh teman-temannya segar bugar di pagi hari?
Suara kembang api
terdengar samar-samar dari kejauhan dan menghasilkan beragam warna bunga-bunga
api. Semua suka cita dengan tahun baru, menunggu saat tepat tengah malam untuk
merasakan pergantian tahun. Segala bentuk kenangan di tahun sebelumnya jadi
sebuah pengalaman untuk tahun baru yang lebih baik.
Langit sore kali
ini sedikit sendu, ia dipenuhi kumpulan awan putih yang menghambat sinar
matahari. Hanya sedikit celah saat matahari mencuri-curi kesempatan menampilkan
cahayanya. Mendung lebih sering muncul kala akhir tahun, bulan berakhiran “ber”
seakan mempertegas manusia untuk banyak menghabiskan waktu di rumah. Sambi
meniup kopi panas sambil berselimut tebal.
Kita sering
mendengarkan kata-kata bijak:
Rezeki sudah diatur, sebagaimana pun usaha tetap sudah ada kadarnya.
Tak ada makhluk di
dunia ini yang tak kebagian rezeki, Sang pencipta sudah membagi rata bahkan
hingga hewan pengerat yang hidup di bawah akar pepohonan. Ia juga tetap
kebagian sesuai kadarnya.
Manusia? Apa lagi.
Saya sering sekali
mendengar kata-kata pesimistis seorang yang kesulitan mencari pekerjaan.
Bingung silih kemari karena semua berkas lamarannya ditolak. Sambil menggerutu
ia berujar: bila tidak dapat kerjaan, makan apa besok dan bagaimana melunasi
kontrakan yang mulai ditagih.
Musik punya
kekuatan magis mampu membuat para penontonnya campur haru, kadang senang,
kadang sedih dan kadang senang tak terhingga. Tak perlu lirik dan tak perlu
mengerti lagu yang dibawa sang penyanyi. Cukup dari alunan musik saja kita tau
genre apakah musik itu. Sedihkah atau gembirakah!
Ada yang
mengatakan musik itu masalah selera dan feeling, menurut saya musik itu
masalah pengalaman serta kenyamanan. Tak ada pihak yang berhak menganggap musik
yang ia dengarkan lebih baik. Itu semua kembali ke masalah selera tak harus
pemaksaan untuk menyukai suatu jenis musik.
Hari mulai senja
dan jam pulang kerja pun tiba, semua manusia yang bekerja hendak pulang ke rumahnya.
Menghidupkan kendaraan-kendaraan mereka, menunggu kendaraan umum dan menumpang
naik hingga ke tujuan.
Mengenal Penulis
Top of The Top
-
Filosofi pohon, semakin rindang dan banyak buahnya makin banyak manusia yang memanfaatkannya. Terik panas yang membakar di siang hari ...
-
Hari mulai senja dan jam pulang kerja pun tiba, semua manusia yang bekerja hendak pulang ke rumahnya. Menghidupkan kendaraan-kendaraan...
-
Gunung terlihat menjulang tinggi, seperti ingin sekali menusuk-nusuk langit. Rupanya yang menjulang terlihat begitu gagah dari kejauhan. Sem...
-
Burung mulai bersiap-siap mengepakkan sayapnya untuk pulang ke rumah, langit mulai terlihat redup bercampur warna kekuningan. Matahari mulai...
-
Gelombang laut adalah benda laut yang sangat setia, tak pernah berpaling dari bibir pantai. Pernahkah dari kalian melihat gelombang laut sam...