• Beranda
  • Tentang Saya
  • Tulisan
    • Imajinasi
    • Inspirasi
    • Perumpamaan
    • Pemikiran
    • Renungan
  • Kisah
    • Fiksi
    • Non-Fiksi
    • Puisi
  • Perjalanan
  • Kontak

PEMIKIR BEROPINI

Sebuah Opini Melalui Pandangan Segenap Dimensi

Abang harus latihan tenis, seru kali tau....!!

Sebuah himbauan yang mengejutkan pikiranku hening berpikir, diriku seakan tak bisa atau tahu bagaimana tenis. Itu mungkin hanya salah satu dari olahraga yang bikin mengantuk. Adrenalin hanya terpacu saat kejar-kejaran skor, selebihnya hanya tepuk tangan saat pukulan masuk.

Begitulah yang ada di dalam pikiranku, saat mendengar permainan ini. Bagiku permainan yang terhalang oleh net seakan membosankan. Tak ada kontak fisik, hanya mereka yang paling tangkas membalikkan bola paling akurat dan cepat. Mungkin bagiku yang terbesit cuman tenis di meja, selebihnya olahraga net lainnya tak menarik bagiku.

Waktu menunjukkan pukul 20:00 WIB, keberangkatan tinggal di depan mata. Para kernet tengah sibuknya mendata penumpang yang sudah naik ke dalam bus. Mekanisme perusahaan bus mengharuskan mereka berangkat tepat waktu. Mereka yang terlambat artinya harus gigit jari, karena ketepatan waktu adalah jargon perusahaan.

Semua penumpang akhirnya di data dengan seksama sesuai dengan tempat duduknya. Ini bertujuan agar tak ada penumpang ilegal yang masuk. Hingga akhirnya proses keberangkatan dimulai, ini bertujuan bisa tiba sesuai dengan jadwal.

Di sebuah sudut kota yang penuh hiruk-pikuk, ada sebuah barbershop kecil yang tak terlalu mencolok. Dindingnya berwarna abu-abu tua, dihiasi dengan poster-poster klasik yang menggambarkan potongan rambut dari era yang berbeda.

Para model yang terpampang di sana ibarat pahlawan sebenarnya. Mereka seakan memberikan pencerahan di tengah keraguan pria dalam memilih potongan rambut. Pria memenang manusia yang aneh dan tak neko-neko.

 

Rasanya pertemuan singkat kita rasanya begitu hambar. Ada rasanya yang aneh saat pertemuan itu terjadi. Ternyata semua tak seperti yang menjadi prediksi aku sebelumnya, ada hal mengganjal yang menyakitkan hati.

Pertemuan di salah satu bilangan cafe berakhir prematur, bahkan bisa dianggap sesuatu yang canggung. Niat awal untuk saling deeptalk berakhir deepsilent tanpa satu pun yang mengungkap perasaannya.

Ini bisa dibilang pertemuan pertama denganmu. Semua persiapan coba lakukan, mempersiapkan segala hal. Terlepas apa yang nantinya kita bicarakan. Pertemuan nyata jauh lebih mendebarkan dibandingkan dengan pertemuan di ruang chatting.

Kita rasa tak saling mengenal sepenuhnya di sana, hanya chat panjang yang kadang terdengar basi atau bahkan emoji yang tidak bisa menggambarkan sepenuhnya. Pertemuan di meja di coffe shop adalah bukti.

Secara tak langsung jawaban yang kamu berikan perlahan berkurang. Rasanya tak asyik seperti dulu, seakan ada benteng besar yang menghalangi di dirimu. Setiap aku membuka ponsel, selalu ada jawaban dari dirimu.

Rasanya aku seperti senyum-senyum sendiri saat chatting dengan kamu. Dopamin berpacu dengan sangat banyak, memenuhi otak yang membuat hati begitu bergembira. Aku merasa begitu gembira dengan itu semuanya.

Gunung terlihat menjulang tinggi, seperti ingin sekali menusuk-nusuk langit. Rupanya yang menjulang terlihat begitu gagah dari kejauhan. Semua mata tertuju pada karya tuhan itu. Tumpukan bebatuan dan tanah saling bertubrukan hingga padat menghasilkan karya, sebuah kontur kasar bernama “gunung”

Dahulu saat saya kecil, saya berpikiran.. kenapa harus ada gunung, lembah, dan cekungan laut. Bila bumi ini rata dan tak ada tumpukan-tumpukan tanah maka dengan gampang manusia tanpa harus mendaki, cukup saja melewati dengan mudah ke tujuan yang ia inginkan. 
Pikiran-pikiran liar di masa kecil itulah yang membuat saya bertanya-tanya kenapa dan kemudian itu ternyata sering keliru. Karena itu semua punya nilai estetika yang sudah tuhan berikan. Ibarat perpaduan hitam dan putih yang saling melengkapi hidup yang tidak kontras di satu sisi.

Berkat gunung yang menjulang, manusia melihat benda alam karya tuhan ikut tertantang jiwa dan batinnya. Semangat menaklukkan puncak gunung tertanam di dalam pikiran manusia. Tenaga dan semangat terhimpun untuk bisa sampai ke puncak bagaimanapun itu.

Cara lainnya manusia belajar adalah mempelajari saat membuka jalan untuk melewati pegunungan. Manusia belajar begitu keras, mengeruk gunung, dan membuat jalan yang layak agar manusia bisa melakukan perjalanan tanpa hambatan.

Selain itu manusia tahu ilmu alam, ilmu itu bernama gaya gesek, saya pun dulunya bingung kenapa jalan di pegunungan lebih banyak berliku-liku bukan jalan lurus yang mudah dilalui oleh pengendara.

Ternyata hal itu memberikan gaya gesek dan gaya gravitasi yang lebih kuat terhadap benda dibandingkan saat jalanan lurus. Saat itulah manusia mencari tahu yang tidak tahu menjadi tahu akan yang menjadi pertanyaan di benaknya.

Gunung punya berbagai kandungan, dari air, emas, minyak bumi hingga mineral alam lainnya. Namun saat ia murka ha sebaliknya ia lakukan kepada siapa saja yang hidup di kakinya. Namun itu semua ibarat hikmah saat bencana kelak menghasilkan berkah.

Gunung kaya akan kandungan alam dan satwa di dalamnya bagi mereka yang berpikir untuk terus menjaga kelestariannya. Gunung pulalah yang mengikat kandungan air tanah untuk kelangsungan makhluk hidup yang membutuhkan.

Saat ada mara bahaya seperti longsor dan banjir bandang datang, gunung lepas tangan. Ia tak akan mencelakan siapa saja andai manusia yang lebih dahulu melakukannya. Hidup kami lurus-lurus saja pekik gunung.

Gunung juga ibarat pasak bumi, menurut riwayat kuno gunung dibuat agar daratan tak terbawa lautan ke sana kemari ibarat sebuah kapal. Gunung ibarat pasang bumi yang sangat kuat, penyangga dari begitu banyak getaran yang menghentak.

Baris-baris gunung yang berjejer rapi memberikan estetika yang sangat menawan, ibarat sebuah pelengkap dari kontur alam. Dan saat kita di saat dari kejauhan terlihat begitu terlihat begitu nyatanya daratan rendah.

Gunung pulalah yang menahan uap-uap dari proses penguapan di laut untuk bisa menjadi butir-butir hujan yang siapa membahasi wilayah yang ingin awan singgahi. Tetapi gunung punya kuasa, dialah yang menahan kumpulan awan untuk dirinya yang dahulu merasakan butir-butir hujan.

Kadang gunung membuat manusia sadar bahwa manusia adalah makhluk kecil yang kadang besar karena egonya. Iya terlihat kecil saat berada di atas sama halnya saat orang di bawah melihatmu dari punggung gunung.

Gunung pula punya energi serta karunia tak akan henti putusnya. Saat gunung marah dan murka kepada sekitarnya. Tetapi semua ada hikmahnya karena daerah yang kena dampaknya merasakan berkah di kemudian hari.

Tapi ia memberikan isyarat alam terlebih dahulu bahwa ia ingin memuntahkan amarah yang kemudian jadi berkah tak ternilai. Tak selamanya letusan sang gunung merugi tapi banyak sisi positif yang perlu ditelusuri lebih jauh.

Kota yang punya pantai itu eksotik, punya gunung sangat elok, sawah sangat indah nan produktif. Dan andai punya semuanya dan saling berdekatan, itu surga dunia sebenarnya. Masyarakat yang ada di situ bisa dimanjakan visualnya dengan panorama unik ini. Mereka masyarakat terpilih yang bisa menikmati setiap hari.

Kini begitu booming para penantang alam untuk bisa menaklukkan gunung-gunung tinggi dunia. Budaya naik gunung sudah merambah ke berbagai kalangan tak hanya dari mereka kaum profesional.

Mungkin sekedar mencari sensasi itu sama halnya mencari mati, mereka mungkin terbisik sebuah pepatah bahwa:
Sekaya dan sehebat apapun orang belum tentu bisa menjejakkan kakinya ke gunung. Hanya mereka yang pemberani dan bisa bertahan di kondisi sulit yang mampu menggapai gunung.

Dan saat di gunung kita sadar bahwa manusia bukanlah siapa-siapa yang harus mengangkuhkan diri. Karena kita hanya makhluk kecil yang sedang ada di salah satu puncak ciptaan sang pencipta.

Gunung, itulah namanya tempat kamu berpijak dan menjejakkan kaki setelah melewati pengorbanan dan melepas pilu. Itulah kenapa gunung diibaratkan seperti segi tiga, semakin mengerucut saat berada di puncak. Karena semua godaan semakin mengerucut saat berada di puncak dan itulah tujuan utama dirimu.

Perumpamaan itulah mengapa menaklukkan gunung seperti menggapai tujuan dan impian yang selama ini terpendam. Begitu nikmat saat ia berhasil digapai sambil melambai-lambaikan tangan dari atas kepada para peragu atas niat kita sebelumnya.

Karena gunung memberikan hikmah dan kemaslahatan bagi pribadi berpikir. Itulah aku, gunung.
Older Posts Home

Mengenal Penulis

My photo
M.iqbal
Blogger & Part Time Writer EDM Observer
View my complete profile
Facebook  Twitter  Google+ Instagram Linkedin

Top of The Top

  • Tiba-Tiba Tenis
    Abang harus latihan tenis, seru kali tau....!! Sebuah himbauan yang mengejutkan pikiranku hening berpikir, diriku seakan tak bisa atau tah...
  • Penerobos Malam
    Waktu menunjukkan pukul 20:00 WIB, keberangkatan tinggal di depan mata. Para kernet tengah sibuknya mendata penumpang yang sudah naik ke dal...
  • Penolakan Cinta
      Rasanya pertemuan singkat kita rasanya begitu hambar. Ada rasanya yang aneh saat pertemuan itu terjadi. Ternyata semua tak seperti yang me...
  • Barbershop
    Di sebuah sudut kota yang penuh hiruk-pikuk, ada sebuah barbershop kecil yang tak terlalu mencolok. Dindingnya berwarna abu-abu tua, dihiasi...
  • Kopi Darat
    Ini bisa dibilang pertemuan pertama denganmu. Semua persiapan coba lakukan, mempersiapkan segala hal. Terlepas apa yang nantinya kita bicara...

Rangkuman Tulisan

  • ▼  2024 (36)
    • ▼  August (1)
      • Tiba-Tiba Tenis
    • ►  July (5)
    • ►  June (5)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (5)
  • ►  2023 (60)
    • ►  December (5)
    • ►  November (5)
    • ►  October (5)
    • ►  September (5)
    • ►  August (5)
    • ►  July (5)
    • ►  June (5)
    • ►  May (5)
    • ►  April (5)
    • ►  March (5)
    • ►  February (5)
    • ►  January (5)

Copyright © 2019 PEMIKIR BEROPINI. Designed by OddThemes