Sang Lampu Lalu Lintas
Hari mulai senja
dan jam pulang kerja pun tiba, semua manusia yang bekerja hendak pulang ke rumahnya.
Menghidupkan kendaraan-kendaraan mereka, menunggu kendaraan umum dan menumpang
naik hingga ke tujuan.
Lalu lintas siang
bak kumpulan semut setelah berhasil memburu kumpulan gula-gula yang mereka bawa
pulang, saling berbaris membentuk jalur nan panjang. Sesekali terdengar suara
klakson nan bising akibat frustrasi menunggu.
Macet memang
sangat mengganggu dan menguras tenaga, itulah rutinitas yang harus dilewati.
Siapakah yang mengatur hingga macet tak mengular?
Manusia berseragam
dengan peluitnya yang mengatur jalan raya merasakan kewalahan, mereka tak
sanggup apalagi kadang hujan turun tak terduga.
Siapakah yang sanggup?
Tiang-tiang yang
tinggi menjulang memiliki 3 lampu, warna kontrasnya merah, kuning dan hijau.
Dia lah lampu lalu lintas yang setiap mengatur para pengendara untuk mau
tunduk.
Sebesar apapun ego
pengendara, sedikit meredam melihat lampu lalu lintas menunjukkan warna merah.
Menerobos, risiko tanggung sendiri dan lampu lalu lintas sudah memperingatkan
jauh-jauh sebelumnya.
Penemu lampu lalu
lintas oleh Lester Farnsworth Wire
begitu sebuah berkah, ia prihatin mengingat saat itu telah terjadi musibah tak
terelakan antara sebuah kereta kuda dan mobil. Andai jumlahnya banyak dan
terjadi di jam sibuk, berapa banyak korban yang bisa jauh. Lampu lintas pulalah
memberikan keteraturan di antara kesemrawutan.
Penemuan mesin uap
mengubah sistem industri dunia termasuk sistem lalu lintas. Sadar akan
pentingnya akan keselamatan J.P Knight seorang sarjana kelistrikan mengambil
inisiatif tersebut. Bila Lester hanya membuat sebuah prototype,
sebaliknya dengan J.P Knight. Ia memasangnya secara perdana tepatnya di
perlintasan sibuk Kota London.
Saya bertanya
dalam diri sendiri, andai saja tak ditemukan akan ada beberapa banyak polisi
yang berjaga di setiap sudut. Meniup peluit tanda jalan berhenti. Sungguh
melelahkan mengatur semrawutnya lalu lintas. Emosi pengguna dan pengatur jalan
kadang memuncak, lampu lalu lintas pemberi solusi.
Kadang semua
sangat sumringah saat melihat karena hijau menyala, warna hijau menandakan
jalan. Apalagi di perjalanan dirimu terhindar dari lampu merah setiap
persimpangan. Durasinya membuat Bete tak karuan.
Sedangkan merah
memberi bukti berhenti segera, aura ketegasan begitu terpancar dari warna merah
yang tak kompromi.. Saya rasa itulah kenapa lampu lalu lintas terletak di atas,
iya terlihat begitu sangar di antara lainnya.
Merah identik
dengan panas, amarah pengendara yang terjebak di lampu merah berkali-kali buat
emosi meledak-ledak. Mau menerobos malah risiko dan mara bahaya siapa
ditanggung sendiri.
Kuning sedikit
melunak, warnanya yang tak sekontras merah menjadikan dirinya penyeimbang
antara merah dan hijau. Ia mengemban tugas pemberi aba-aba, menjaga setiap
pengendara untuk hati-hati. Durasinya yang tak selama warna hijau dan merah pun
membuat ia hanya sekedar lewat.
Semua pengendara
sangat was-was saat warna kuning hadir, berarti hanya ada dua pilihan. Menambah
kecepatan ataukah berhenti segera mungkin. Warna kuninglah bentuk transformasi
antara berhenti dan jalan, andai saja ia tak ada bisa jadi kecelakaan lalu
lintas sangat tinggi.
Terakhir adalah
hijau, warna yang memberikan kesejukan dan ketenangan. Ibarat buat kesabaran
setelah sekian lama menunggu, warna hijau menggambarkan fenomena penurunan
stres yang membuncah.
Saat ia hadir dia malah ditinggal, setelah memberikan solusi di jalan raya para pengendara malah meninggalkannya. Begitulah nasib si lampu warna hijau
Problematika lain
pun timbul adalah durasi lampu hijau terlihat begitu pendek. Baru saja
memasukkan porsneling dan menekan gas, lampu kuning sudah berada di depan mata.
Ketakutan semakin menjadi-jadi saat terjebak lampu merah. Apa boleh buat selain
kembali berhenti.
Waktu terasa
begitu lama, apalagi lampu lalu lintas yang tak dibekali durasi tunggu. Memang
menunggu itu rutinitas yang paling menjengkelkan, walaupun setelahnya pasti ada
kepastian.
Begitulah kerja
lampu lalu lintas, iya mampu mengurai kemacetan dan menaklukkan ego-ego
pengendara untuk berhenti sejenak. Memberi jalan kepada simpang yang lain untuk
bisa bergerak jalan. Lampu lalu lintas itu begitu adil, membagi siapa yang
berhak berhenti sejenak dan berhak jalan.
Segala keadilan itu ia koordinasikan dengan lampu lalu
lintas di sebelah sana, karena dia tak ingin ada pengendaraan yang menjadi
korban. Karena itulah harfiah yang teguh iya pegang, si lampu lalu lintas.
Tags:
Renungan
0 comments