Menikmati Kondisi Tak Biasa

menikmati kondisi tak biasa

Menikmati itu tak harus pergi jauh-jauh, cukup menikmati segala sesuatu yang sering kita nikmat. Sebuah kalimat penghibur diri dan lara saat melihat karib kerabat jalan-jalan ke mana saja, sungguh begitu enteng.

Apalagi gempuran sosial media membuat siapa saja bisa memamerkan lokasi liburannya ke negeri nan jauh. Bikin iri hati bukan main, dada ini terasa tertusuk-tusuk melihat foto jalan-jalan teman dekat yang berseliweran di sosial media.
Namun pada kondisi lain saat saya pergi ke pasar tradisional, tak berapa lama yang lalu saya bertemu dengan beberapa wisatawan mancanegara. Berbadan tegap, berahang besar dan berambut pirang. Sebuah ciri khas manusia-manusia itu sering masyarakat kita menamai mereka dengan sebutan “bule”

Mereka dengan intensnya berfoto di pasar tradisional, kesan kumuh sering tergambar dari pasar tradisional. Mereka sangat antusias terhadap yang dilakukan dan itu mereka anggap sebagai sebuah hal yang luar biasa.

Sepulang ke rumah saya merenungkan bahwa itu adalah kelangkaan yang terlihat luar biasa bagi siapa saja yang tak pernah merasa. Saya bertanya-tanya dalam diri ini, mengapa mereka bisa girang. Tak ada yang spesial di pasar tradisional, namun mereka menjadikan lokasi tersebut sebagai salah satu destinasi.

Saya menyimpulkan bahwa mereka melihat sesuatu yang tak biasa di negeri mereka nan jauh di sana. Saat terik yang buat kulit terasa ingin terbakar, masyarakat yang hidup di daerah tropis berbondong-bondong membuka payungnya. Berteduh di tempat sejuk agar kulit putih yang telah diusahakan tidak menghitam.

Keanehan itu tak sampai di situ, saya juga memperhatikan saat berkendara terutama menaiki kuda besi. Panasnya hari membuat manusia mengakali dengan memakai jaket saat berkendara, tak sampai di situ munculnya berbagai inovasi dengan sarung tangan layaknya sarung tangan pengangkat kue di dalam oven.

Wisatawan berjuluk “bule” dengan ria gembira mencari panas matahari terik yang membakar. Mereka menganggap ini hal yang begitu spesial sedangkan kita selaku kaum pribumi menganggap itu biasa.

Sekarang kondisinya diganti, warga kita yang pergi ke negeri mereka yang nan jauh di sana. Hal yang sama pun terjadi. Saat mereka melihat gumpalan salju yang sangat biasa, warga kita yang tak pernah melihat menganggap itu hal biasa.

Saya menyimpulkan itu adalah sesuatu hal langka yang terlebih luar bisa, manusia secara langsung akan merasakan sensasi yang berbeda. Seluruh panca indera akan merespons berbagai hal yang baru sebagai resonansi yang menyenangkan. Saya yakin semua manusia nan takjub dan bangga saat melihat sesuatu yang baru.

Aura tubuh tubuh memberikan adaptasi sebaik mungkin atas sesuatu yang tak biasa namun ini terlihat sangat bermakna. Bagi yang tak pernah ke mana-mana jangan berkecil hati, banyak orang lain ingin merasakan aura yang kita rasakan atau sebaliknya. Semua terjadi karena ingin merasakan sesuatu yang baru dan berbeda.

Semua patut disyukuri semuanya, karena segala yang pernah dilihat dan dirasakan setiap hari punya cara lain untuk dinikmati. Semua yang sudah terlihat begitu familiar ternyata tak kalah mengasyikkan.

Apakah itu hamparan gunung, sawah yang membentang dengan sesekali burung pipit yang mencuri padi di saat petani lengah. Serta nelayan yang sedang merapatkan perahunya ke bibir pantai, membawa pulang ikan untuk dijajakan.

Itu terlihat begitu menggiurkan bila dicermati ulang walaupun bukan hamparan salju, kota-kota kuno khas Eropa dan bahkan negeri-negeri yang begitu mutakhir dengan deretan gedung pencakar langit.

Mencari dan menikmati segala kondisi kembali ke diri masing-masing, tak masalah tak ke mana-mana. Semua kembali bagaimana mengubah sudut pandang dan kelangkaan visual hingga semuanya jadi begitu bermakna.

Share:

0 comments