Tetes-Tetes Air Hujan
Awan-awan saling
berkumpul satu sama lain hasil buah tangan angin, membuat langit yang tadinya
cerah kebiruan menjadi putih keabu-abuan. Membentuk sebuah kesatuan hingga nan
pekat, hingga awan tak kuasa lagi menahan kumpulan tetes hujan yang mereka
angkut menjadi tetes-tetes hujan.
Dari lautkah, dari
danaukah dari sungaikah dan dari semua
tumpukan air di seluruh cekungan di muka bumi yang menguap ke ke udara. Saat
itulah rintik hujan pun turun membasahi bumi yang sudah dahaga nan kering
kerontang. Tanah kering yang menggembul terkena percikan hujan berganti tanah
basah yang menutup pori-pori tanah yang telah merekah akibat panas.
Hujan kadang kala
suka turun tak terduga, mengacaukan hingar bingar manusia yang lalu lalang.
Saat itulah para manusia mencari perlindungan layak agar tak basah oleh
percikan sang hujan. Sedangkan manusia yang berada di ruangan sesekali melihat
ke luar sambil menuliskan sesuatu di kaca yang berembun.
Tetes hujan ibarat
sebuah pengharapan setelah sekian lama panceklik melanda, semua yang berada di
daerah itu merasa sudah saatnya si hujan harus segera turun. Ini ibarat pemberi
segala solusi dan penenang jiwa manusia.
Saya pun pernah
membaca bagaimana bahagia dan harunya Bangsa Arab saat hujan, daerah mereka
yang punya sedikit curah hujan menjadikan hujan sebuah berkah besar. Semua
berbondong-bondong mengeluarkan segala perkakas rumah untuk terpecik oleh tetes
air hujan.
Larangan seorang
ibu kepada anaknya:
Nak... jangan main hujan, nanti sakit, itu tak berlaku
di kalangan kaum Arab.
Kontradiksinya
ialah:
Hujan turun dengan deras, ayo sama-sama kita keluar
sambil merasakan tetesan berkah.
Begitulah hujan,
tetesnya mampu memberikan kehidupan saat timbunan harapan yang hidup di sana
mengeluh.
Kapankah hujan akan turun?
Cuaca sangat
panas, abu beterbangan tak karuan dan tumbuhan layu tak berdaya. Hujan
sebenarnya pemberi segala saat kering kerontong melanda Malahan bencana banjir yang
terjadi karena manusia membatasi rezeki si hujan. Air yang nyatanya mampu
tersimpan begitu lama di dalam tanah di tahan oleh para akar pun terbuang
sia-sia ke dalam selokan.
Hujan itu paling tak diharap saat turun tapi saat dia begitu lama tak singgah, banyak yang bertanya: kamu ke mana saja hingga lupa singgah ke sini dan setelah kamu pergi meninggalkan kenangan indah tak terlupa yakni tetes air dan pelangi
Tak cukup sampai
di situ, suara hujan yang jatuh ke genting, ke tanah dan pepohonan menghasilkan
suara instrumen yang sangat menenangkan buat pikiran kamu terformat untuk
menguap menghasilkan energi kantuk yang luar biasa.
Resonansi hujan
sangat teduh, butir hujan yang jatuh memberi terapi saat mengguyur manusia
dengan derasnya, memberi efek basah begitu nyata. Bunyi hujan ibarat instrumen
penenang dan bercampur dengan syahdunya kantuk, serasa tidur adalah alternatif
terbaik saat terjebak hujan di rumah. Ataukah mencari sesuatu yang hangat
sambil berselimut sambil melakukan rutinitas mengasyikan.
Semua manusia
banyak yang asyik berteduh, pemandangan menarik saat hujan turun dengan deras
yakni anak-anak yang nekat namun bahagia saat hujan turun dengan deras. Mereka
mengambil inisiatif sebuah dan pisang muda untuk jadi payung, apa daya kering
tak datang malah basah yang dapat. Mereka senang bukan kepalang karena saat
hujan sedang derasnya waktu yang langka, tamparan percik hujan yang jatuh
seperti terapi bagi wajah.
Ada anggapan saat
pertama sekali hujan turun, saat itu waktu yang banyak manusia hindari karena
bikin sakit kepala dan pilek. Memang saat awal turun, hujan membersihkan
dirinya dari ulah tangan manusia yang semena-mena mengotori langitnya oleh
polusi kendaraan. Sekejap kilat menggantinya dengan air-air segar yang siap
diserap oleh para kaum tumbuhan dan tanah.
Pada waktu
anak-anak yang tadi berpayungkan daun pisang malah berlari-lari bahagia pulang
ke rumah, setibanya di rumah bukannya berkeramas kepala sambil mengeringkan
rambut dengan handuk. Mereka mengganti baju sekolah yang basah dengan baju
biasa yang siap basah pulang dan memanggil teman-teman mereka.
Ayo kita main bola
ke lapangan segera!!!
Jarang-jarang bisa seluncuran memakai lutut tanpa
lecet di lapangan bola.
Hujan membuat
senang makhluk hidup yang telah lama mengharap hujan tak kunjung datang, saat
tiba kali ini si hujan membawa air tanpa henti lagi deras. Ada manusia yang
berdoa sambil siaga penuh saat hujan datang begitu besar dan lama, mereka takut
atap rumahnya yang menua tak cukup kuat menampung hujan hingga di setiap sudut
rumah sudah ada banyak timba yang menampung air-air hujan.
Tak cukup sampai
di situ, hujan kembali mengancam dari luar lewat sungai dan selokan yang mulai
penuh. Air hujan yang harus pasrah saat tak banyak lagi tanah tempat mereka
beristirahat di sana terganti oleh beton-beton serta jalan hingga mereka hanya
mengalir bukan terserap.
Korbannya mereka
yang rumahnya si air anggap sebagai tempat mereka melintas akibat rendah dari
beton dan jalan yang manusia buat. Hujan tak salah menurunkan air yang
dikandung, harus diingat mereka yang hanya benda cair saat volume mereka banyak
bisa buat manusia kewalahan karena mereka ciptaan Yang Maha Kuasa.
Hujan yang jadi
berkah tapi malah menjadi bala saat manusia-manusia lupa kearifan alam yang
sudah lama terjalin.
Saat datang banjir tapi saat pergi kembali kekeringan, tempat yang kita tampung ibarat menahan air dengan timba bocor
Apa yang didapat kelak?
Kehampaan, saat
hujan berhenti maka timba pun kembali kosong tanpa isi. Manusia sering lupa
saat hujan menunggu jadwal kedatangannya kelak nanti, kamu harus siap bertahan
dengan air-air yang telah diturunkan langit bukan mengirim kembali air-air dari
langit itu ke selokan , sungai dan ke laut lagi.
Tak selamanya awan
yang bergumul hingga menimbulkan warna pekat kehitam-hitaman terkonversi jadi
butir-butir hujan.
Ada pepatah yang
berkata:
Angin berhembus kencang tanda hujan tak jadi turun.
Rerumputan yang
bergoyang ditiup oleh angin dingin yang membawa cikal-bakal awan hujan, akan
tetapi kali ini lambaian rumput dan pepohonan untuk hujan singgah tak
kesampaian. Rupanya awan pun pergi ke tempat lain yang ia singgahi lebih jauh
untuk pecah jadi butir-butir hujan. Mungkin hujan ingin memberi kode PHP
(Pemberi Harapan Palsu) untuk sedikit bersabar wahai para penghasil klorofil.
Kenapa kau mengabaikan kami di sini ujar pepohonan dan
rerumputan yang mulai menguning sedangkan di sana mereka sudah berkecukupan air
keluh rumput dan pepohonan?
Hujan tahu siapa
saja yang benar-benar sabar dan walaupun air menguap menjadi awan, tapi saat di
atas air sadar bahwa dirinya berasal dari bawah. Ia rela kapan saja turun untuk
siapa yang membutuhkan dan ke mana angin membawa. Dan karena setiap tetes air
hujan penuh makna tak terhingga bagi mereka yang mensyukuri kedatangannya, itu
aku tetes-tetes air hujan
Tags:
Renungan
1 comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete