Filosofi Tukang Parkir

filosofi tukang parkir

Pagi yang cerah, si tukang parkir bergegas beranjak ke tempat kerja. Meninggalkan sanak keluarga, menjejak ke tempat kerja tanpa lupa membawa rompi parkir dan peluit. Si tukang parkir sadar saat pagi buta manusia sudah bergegas ke tempat kerja, memenuhi jalan protokol agar tak terkena macet.

Tukang parkir harus datang lebih cepat sebelum kendaraan para pengendara tiba. Peluit di tangan dan berdiri di setiap tempat parkir ia lakukan. Satu persatu segala macam kendaraan berdatangan, mengisi setiap lahan parkir yang tersedia. Suara nyaring peluit naik turun terdengar. Tiupannya punya tanpa maksud khusus. Berhentikah atau majukah dan si pengendara sudah tahu aba-aba itu.
Tukang parkir pulalah harus beristirahat sejenak sambil menarik nafas. Lahan parkirnya sudah penuh. Ia seakan-akan mengecheck segala sesuatu yang tertinggal oleh pengendara. Saat itulah ia mulai menghitung secara kasar uang yang masuk saat pengendara datang.

Ia pun sedikit bangga saat ada kendaraan super mahal dan langka diparkirkan di lahannya. Ia seakan bertanggung jawab penuh sambil merasa bangga bisa melihat kendaraan tersebut. Walaupun bukan kepunyaan, ia seakan memiliki sementara sampai empunya datang mengambil.

Jam kerja pun datang satu persatu kendaraan itu dijemput paksa oleh pemiliknya. Tak ada rasa berat hati dan marah oleh si tukang parkir saat ia merasa kehilangan kendaraan yang jadi idamannya. Cepat atau lambat setiap kendaraan akan dijemput pemiliknya, tak perlu ada rasa cemas karena itu bukan miliknya.

Ia hanyalah mendapatkan upah yang sepadan karena tanggung jawab menjaga setiap kendaraan. Ia juga mengatur jalan keluar setiap kendaraan, bukan hanya lepas tangan setelah menerima upah.

Sore hari pun tiba dan senja mulai terlihat di ufuk barat seakan memanggil untuk lekas pulang. Lahan parkir mulai kosong dan tukang parkir bergegas pulang, membawa uang hasil keringatnya menjaga parkir sembari menanggalkan baju parkirnya.

Itulah filosofi tukang parkir, ia merasa segala yang ada di lahan parkir bukan miliknya. Ia hanya sebagai penjaga bukan pemilik selamanya. Sama seperti yang terjadi hidup kini, begitu manusia ia bisa memiliki segalanya kekal. Namun yang terlalu dipertahankan seakan hilang dengan sendirinya.

Sedangkan yang saat ia perlukan seperti rompi parkir dan peluit seakan ia abaikan, ia menganggap kendaraan ialah miliknya sedangkan rompi dan peluit tak ada harganya. Nyatanya kedua benda itulah yang buat ia membuat semua orang percaya pada dirinya seorang tukang parkir resmi. Bukan parkir liar yang mencari keuntungan sesaat.

Ia tak ambil pusing saat kendaraan-kendaraan di lahan menghilang namun ia akan sangat pusing saat peluitnya hilang. Ia akan kesulitan esok harinya. Seperti itulah hidup saat manusia terlalu memusingkan apa-apa yang bukan miliknya tapi seakan lupa yang benar-benar miliknya.

Itulah filosofi tukang parkir yang hanya tahu maju, mundur, dan stop. Seakan membuat manusia tahu menjadi jiwa yang legowo.

Share:

0 comments