Kemaslahatan Gunung
Gunung
terlihat menjulang tinggi, seperti ingin sekali menusuk-nusuk langit. Rupanya
yang menjulang terlihat begitu gagah dari kejauhan. Semua mata tertuju pada
karya tuhan itu. Tumpukan bebatuan dan tanah saling bertubrukan hingga padat
menghasilkan karya, sebuah kontur kasar bernama “gunung”
Dahulu saat saya
kecil, saya berpikiran.. kenapa harus ada gunung, lembah, dan cekungan laut.
Bila bumi ini rata dan tak ada tumpukan-tumpukan tanah maka dengan gampang
manusia tanpa harus mendaki, cukup saja melewati dengan mudah ke tujuan yang ia
inginkan.
Pikiran-pikiran liar di masa kecil itulah yang membuat saya bertanya-tanya kenapa dan kemudian itu ternyata sering keliru. Karena itu semua punya nilai estetika yang sudah tuhan berikan. Ibarat perpaduan hitam dan putih yang saling melengkapi hidup yang tidak kontras di satu sisi.
Berkat gunung yang
menjulang, manusia melihat benda alam karya tuhan ikut tertantang jiwa dan
batinnya. Semangat menaklukkan puncak gunung tertanam di dalam pikiran manusia.
Tenaga dan semangat terhimpun untuk bisa sampai ke puncak bagaimanapun itu.
Cara lainnya
manusia belajar adalah mempelajari saat membuka jalan untuk melewati
pegunungan. Manusia belajar begitu keras, mengeruk gunung, dan membuat jalan
yang layak agar manusia bisa melakukan perjalanan tanpa hambatan.
Selain itu manusia
tahu ilmu alam, ilmu itu bernama gaya gesek, saya pun dulunya bingung kenapa
jalan di pegunungan lebih banyak berliku-liku bukan jalan lurus yang mudah
dilalui oleh pengendara.
Ternyata hal itu
memberikan gaya gesek dan gaya gravitasi yang lebih kuat terhadap benda
dibandingkan saat jalanan lurus. Saat itulah manusia mencari tahu yang tidak
tahu menjadi tahu akan yang menjadi pertanyaan di benaknya.
Gunung punya
berbagai kandungan, dari air, emas, minyak bumi hingga mineral alam lainnya.
Namun saat ia murka ha sebaliknya ia lakukan kepada siapa saja yang hidup di
kakinya. Namun itu semua ibarat hikmah saat bencana kelak menghasilkan berkah.
Gunung kaya akan
kandungan alam dan satwa di dalamnya bagi mereka yang berpikir untuk terus menjaga
kelestariannya. Gunung pulalah yang mengikat kandungan air tanah untuk
kelangsungan makhluk hidup yang membutuhkan.
Saat ada mara
bahaya seperti longsor dan banjir bandang datang, gunung lepas tangan. Ia tak
akan mencelakan siapa saja andai manusia yang lebih dahulu melakukannya. Hidup
kami lurus-lurus saja pekik gunung.
Gunung juga ibarat
pasak bumi, menurut riwayat kuno gunung dibuat agar daratan tak terbawa lautan
ke sana kemari ibarat sebuah kapal. Gunung ibarat pasang bumi yang sangat kuat,
penyangga dari begitu banyak getaran yang menghentak.
Baris-baris gunung
yang berjejer rapi memberikan estetika yang sangat menawan, ibarat sebuah
pelengkap dari kontur alam. Dan saat kita di saat dari kejauhan terlihat begitu
terlihat begitu nyatanya daratan rendah.
Gunung pulalah
yang menahan uap-uap dari proses penguapan di laut untuk bisa menjadi
butir-butir hujan yang siapa membahasi wilayah yang ingin awan singgahi. Tetapi
gunung punya kuasa, dialah yang menahan kumpulan awan untuk dirinya yang dahulu
merasakan butir-butir hujan.
Kadang gunung
membuat manusia sadar bahwa manusia adalah makhluk kecil yang kadang besar
karena egonya. Iya terlihat kecil saat berada di atas sama halnya saat orang di
bawah melihatmu dari punggung gunung.
Gunung pula punya
energi serta karunia tak akan henti putusnya. Saat gunung marah dan murka
kepada sekitarnya. Tetapi semua ada hikmahnya karena daerah yang kena dampaknya
merasakan berkah di kemudian hari.
Tapi ia memberikan
isyarat alam terlebih dahulu bahwa ia ingin memuntahkan amarah yang kemudian
jadi berkah tak ternilai. Tak selamanya letusan sang gunung merugi tapi banyak
sisi positif yang perlu ditelusuri lebih jauh.
Kota yang punya
pantai itu eksotik, punya gunung sangat elok, sawah sangat indah nan produktif.
Dan andai punya semuanya dan saling berdekatan, itu surga dunia sebenarnya. Masyarakat
yang ada di situ bisa dimanjakan visualnya dengan panorama unik ini. Mereka
masyarakat terpilih yang bisa menikmati setiap hari.
Kini begitu booming
para penantang alam untuk bisa menaklukkan gunung-gunung tinggi dunia. Budaya
naik gunung sudah merambah ke berbagai kalangan tak hanya dari mereka kaum
profesional.
Mungkin sekedar mencari
sensasi itu sama halnya mencari mati, mereka mungkin terbisik sebuah pepatah
bahwa:
Sekaya dan sehebat apapun orang belum tentu bisa menjejakkan kakinya ke gunung. Hanya mereka yang pemberani dan bisa bertahan di kondisi sulit yang mampu menggapai gunung.
Dan saat di gunung
kita sadar bahwa manusia bukanlah siapa-siapa yang harus mengangkuhkan diri.
Karena kita hanya makhluk kecil yang sedang ada di salah satu puncak ciptaan
sang pencipta.
Gunung, itulah
namanya tempat kamu berpijak dan menjejakkan kaki setelah melewati pengorbanan
dan melepas pilu. Itulah kenapa gunung diibaratkan seperti segi tiga, semakin
mengerucut saat berada di puncak. Karena semua godaan semakin mengerucut saat
berada di puncak dan itulah tujuan utama dirimu.
Perumpamaan itulah
mengapa menaklukkan gunung seperti menggapai tujuan dan impian yang selama ini
terpendam. Begitu nikmat saat ia berhasil digapai sambil melambai-lambaikan
tangan dari atas kepada para peragu atas niat kita sebelumnya.
Karena gunung memberikan hikmah dan kemaslahatan bagi
pribadi berpikir. Itulah aku, gunung.
Tags:
Non-fiksi
0 comments