Etalase Toko
Seorang
karyawan dengan telaten menaruh barang dagang di depan toko. Terlindungi dengan
kaca tebal, bak sekat yang memisahkannya dengan dunia luar. Sang karyawan pun
sadar, barang yang ia taruh punya 'prestise' lebih dibandingkan barang lain yang
tokonya punya.
Pejalan kaki
yang melewati toko setiap hari pasti akan sulit berpaling dengan barang ini.
Tepat pagi hari sang karyawan membuka toko sesuai instruksi pemiliknya. Barulah
barang pajangan itu terlihat jelas, tak terhalang oleh penutup toko.
Ia tampak
menawan dan menggoda siapa saja yang melihat, mungkin yang paling tergila-gila
pasti kaum hawa. Mata mereka sangat sulit berpaling pada barang ‘lucu’ menurut
mereka. Jam-jam istirahat saat para pekerja berbondong-bondong berhamburan ke
luar dari tempat kerja. Waktu itulah begitu ramai orang yang berkumpul di depan toko.
Ada barang baru
dan harga yang tertera di sampingnya, namun sebagian ada yang langsung berlalu
karena ia tak mau waktu istirahatnya berakhir. Segerombolan lagi tetap bertahan,
para wanita itu seakan sangat antusias. Bersama wanita lain saling berdiskusi
sesuai pendapat mereka masing-masing.
Namun apa dikata, diskusi mereka hanya berakhir di kata menarik dan lucu tanpa membeli.
Berbagai pertimbangan jadi alasan bahwa barang yang terpajang tak cocok dengan mereka. Sejumlah alasan tak logis meluncur dari mulut mereka sebagai pembenaran. Namun di
kejauhan malah orang yang memperhatikan secara diam-diam. Memperhatikan barang
yang dipajang dan ia rasa cocok.
Langkah kakinya
pun berlabuh ke dalam perkotaan dan tak beberapa lama ia sudah keluar dengan
menenteng sebuah belanjaan di tangannya. Wajah senyum pun terpancar dan barang
yang terpajang tadi langsung ditulis sold out.
Diam-diam lalu terpikat dan tak lama memikat...
Analogi di atas
tak jauh bedanya dengan hidup, saat seorang gadis nan cantik punya pesona
begitu banyak yang tertarik dengannya. Mulai dari tak pernah luput untuk stalking
aktivitasnya di sosial media dan merayunya dengan kata-kata pujangga biar
hatinya berbunga.
Tapi semua
hanya cukup sampai di situ, ibarat pelanggan yang membicarakan barang di depan
dirinya. Ia terhalang dengan sekat tipis bernama kaca dan harga. Lalu berlalu
tapi membeli. Sang barang pun mengharap lebih bahwa yang memperhatikannya
secara lebih mau menaikkan level ke tahap yang lebih serius. Nyatanya tidak,
hanya ucapan saja tanpa ikatan selepas itu.
Begitu juga
hidup, mereka yang jadi follower setiap di sosial media mungkin tak
sabaran setiap menunggu aktivitas idamannya. Seakan itu jadi menu wajib setiap
harinya, tapi tak pernah ke langkah yang lebih serius. Si gadis pasti kesal
karena semua akan berakhir indah dengan keseriusan.
Lalu datanglah
seorang pria yang mungkin tak stalking akun sosial medianya dan bahkan
iya tak tahu bahwa sang gadis seorang seleb di dunia maya. Ia serius
untuk datang melamar, ibarat masuk ke toko menanyakan pada karyawan di situ dan
membayarkan harga tertera. Siapa yang tidak kepincut dengan semua itu, tanpa
neko-neko langsung membeli.
Sekat kaca dan harga bukan halangan karena keyakinan apa yang
dibawa pulang dan dipakai kelak lebih berharga. Membawa pulang sang gadis
idaman dan membangun bahtera rumah tangga. Mereka yang melihat saja semata akan
kalah telak dengan yang serius datang padanya.
Karena hidup
itu tak jauh beda dengan barang di etalase toko...
Tags:
Fiksi
2 comments
Tulisannya banyak mengandung konotasi Bal :D
ReplyDeleteTapi tak sedikit juga makna denotatif di dalamnya kalo jeli membacanya.
Delete