Rasa Sakit
Seseorang
mengerang kesakitan di pinggir lapangan ia mendapatkan terjangan keras dari
lawan. Terkapar tak berdaya, tak mampu melanjutkan pertandingan. Ia memegang
erat bagian kakinya. Seakan ada yang
salah, tulangnya mungkin saja patah atau bisa saja ototnya sobek. Ia menangis
tersendu-sendu karena timnya sangat membutuhkan dirinya. Tapi apa daya, sakit
itu tak tertahankan.
Tim medis
datang dengan cepat mengobatinya, ia hanya pasrah ditandu keluar. Papan elektronik
menuliskan namanya dan digantikan oleh pemain cadangan. Bersiap-siap di pinggir
lapangan menggantikan pemain cedera.
Penonton mulai
berharap cemas dan kadang-kadang menepuk tangan sebagai bentuk apresiasi agar
ia cepat sembuh. Semua berlalu hingga ke lorong stadion, gelap ibarat
pikirannya pada cedera parahnya.
Ototnya seakan
koyak tak berdaya, hatinya terasa teriris, dan pandangannya seakan tak berdaya
melihat luka itu. Tim medis segera membawa ia, meluncur ke rumah sakit terdekat
sebagai pertolongan pertama.
Saat itu ia
merasakan suasana yang baru, dinding rumah sakit yang berwarna putih dan
ubinnya seakan jadi sebuah pandangan di kepalanya. Ia mungkin akan sangat akrab
dengan ini semua. Kini para dokter berdiskusi dan mengambil keputusan cepat.
Nasib si pemain bola harus diputuskan, ia harus segera naik meja operasi.
Bius seakan
mulai hilang, rasa sakit mulai menusuk-nusuk tulang dan kepala tanpa henti. Ia
seakan merasakan sakit itu tanpa henti. Erangan kesakitan mulai membabi-buta,
dokter harus bertindak cepat sebelum kariernya tamat.
Ruang operasi
dipersiapkan, segala peralatan mulai tertata rapi. Jajaran dokter mulai bersiap
mulai operasi. Pintu ruang operasi mulai ditutup rapat dan tirai jadi
penghalang. Nasib si pemain seakan bisa saja berakhir atau berlanjut. Dokter harus
berhati-hati agar kariernya tidak tamat. Bakat besarnya tidak padam di usia
muda.
Jarum jarum
terus bergerak, operasi berlangsung lama. Otot kakinya haru dibelah,
menyambungkan ligamen yang rusak. Bak reparasi yang menguras tenaga dan
keringat para dokter. Si pemain terbuai dalam bius tanpa sadar, ia tetap
merasakan sakit.
Hingga akhirnya
operasi berjalan lancar, para staf yang sudah menunggu di luar ruang operasi
mulai luntur rasa khawatirnya. Ucapan cepat sembuh seakan menghiasinya, ia
hanya terpaku di atas tempat tidur tanpa bisa bergerak. Dahulunya pemain yang
sangat kuat dan lincah, kini harus terkujur di kasur pesakitan. Sakit memang
tidak ada yang bisa menebak, ia bisa menyerang siapa saja yang ia kehendaki.
Masa penyembuhan
seakan menyisakan rasa sakit, memang itu tak separah saat kejadian. Namun ia
seakan datang di kala pagi, senja ataupun tengah malam. Menyerang otot tulang
yang diperban rapi oleh para dokter.
Ia pun harus
berkonsultasi kembali, bukan tampak biasa ia tapaki. Rerumputan hijau tapi ubin
putih dan dinding putih bernama rumah sakit. Pantangan dan larangan mengalir
dari mulut dari dokter ortopedi, ia harus patuh agar cepat pulih. Bila
melanggar, masa penyembuhannya bisa lebih lama.
Mungkin pergi
merumput adalah ha biasa, tak ada yang spesial. Kini jadi yang begitu
dirindukan. Bak seorang kekasih yang lama tak pernah bertemu, rasa rindu menggunung
di dalam dada.
Namun semua ia
harus tahan, semua untuk kesembuhannya kelak.. Kini ia harus mengurangi rasa
sakit demi sedikit, melalui tahap penyembuhan panjang. Ligamen yang rusak bisa
perlahan tumbuh dan menyatu menjadi sebuah jaringan baru. Menjadi makin kuat
hari demi hari hingga membuat ia kuat dan lincah seperti dulu.
Kini ia mulai
memasukan tahap rehabilitasi, mulai bisa melangkah dan jelas pelan. Melatih
gerak koordinasi seperti semula. Para fisioterapi dengan sigap melatihnya,
membuatnya kembali seperti semula. Hari demi hari dan berganti minggu dan kini
mungkin ia kembali siap seperti semula.
Sepatu bola, baju yang lama tergantung mulai dikenakan. Masa cedera
dan istirahat panjang seakan jadi penantian panjangnya. Rasa sakit dan terluka
seakan mengajarkan banyak hal padanya. Seakan membuatnya jadi lebih tabah dan
kuat, karena rasa sakit bukti seberapa lama kamu bisa bangkit. Kini aku siap
memulai lembaran baru, terima kasih rasa sakit.
Tags:
Renungan
0 comments