Manusia Gaptek
Awal mulanya dirinya sering dianggap lemah oleh sekitarnya. Ia telat memulai saat orang lain telah begitu akrab dengan teknologi, sering ditertawai dan jadi bahan olok-olok adalah makanan sehari-hari si pria.
Pria itu tak bergeming dan ia sadar bahwa tertinggal. Namun ia harus mengejar segala ketertinggalan tersebut dari teman-temannya. Di saat yang lain dengan mudahnya berinteraksi dengan teknologi, si pria hanya mampu memperhatikan itu semua. Ia layak dianggap manusia gaptek di antara kumpulan manusia melek.
Ia tertinggal dengan teknologi bukan karena acuh, namun jalan hidup yang buat dirinya harus menjauhi teknologi dalam sekejap. Saat ia memulai, ia harus tahu memulai dari bawah itu berat. Bagi orang yang gaptek, teknologi seakan buat bingung dan keringat dingin tak menentu.
Cara menutupi kegaptekannya, ia pun belajar. Mulai mempelajari komputer secara privat, belajar penggunaan sosial media, dan bahkan mempelajari semua dasar teknologi. Keringat dingin bercampur bingung setengah mati makanan sehari-hari.
Hari demi hari mulai membuahkan hasil, si pria paruh baya itu mulai mahir. Ia ingin kata-kata gurunya dahulu: Untuk bisa suatu hal yaitu dengan berkecimpung jauh ke dalamnya. Singkat cerita kemampuan si pria meningkat jauh, teman-temannya tidak lagi mengolok-olok dirinya lagi.
Namun ia tetap mawas diri dan tidak pernah berhenti belajar dan ingin tahu. Semuanya ia pelajari secara otodidak. Mencari tahu dari buku yang ia beli dan juga mencari kata-kata kunci yang ada di mesin pencarian. Semua itu karena rasa penasaran dan ingin tahu yang begitu memuncah di dadanya.
Kini ia ingin melangkah lebih jauh lagi, mempelajari yang lebih rumit dan kadang hanya mereka yang tahan yang bisa melewatkannya. Ia ingin mempelajari bahasa pemograman yang sangat banyak, mulai dari tahan pemula hingga level tersulit sekalipun.
Rasa pusing dan mual ialah sebuah efek balasan dari komputer, kode script rumit, sejumlah bahasa pemograman tak ada habis seakan selalu membebat otaknya. Namun ia sabar dan bertekad kuat ingin menaklukkan, menghilangkan label gaptek yang sering kali dialamatkan kepadanya.
Bahu terasa pegal dan mata perih ialah sesuatu yang dirasakan saat ingin tidur. Namun ia sadar ia kelak akan menjadi “Mastah” bahasa yang sangat populer untuk mereka yang cukup hebat di dunia komputer.
Jam terbangnya pun dimulai, saat dirinya mencoba membuat bahasa pemograman sederhana yang telah ia pelajari sekian lama, membuat virus-virus sederhana, dan mencari tahu celah dari sistem keamanan orang lain.
Trial dan error selalu datang tanpa henti, seakan itu tanpa tak lama lagi rasa berhasil akan ia dapatkan. Hingga akhirnya ia berhasil mencapai tahan di mana ia layak menjadi “Mastah” dan “Hacker” berkat kerja kerasnya selama ini.
Namun ia sadar bahwa ilmu hasil kerja kerasnya bukan untuk mencari keuntungan, ia ingin membantu untuk sesama. Di sana hampir semua rasa ingin tahunya terjawab, kini saatnya ia memanfaatkan ilmu yang didapatkan untuk berbuat kebajikan bukan mencari keuntungan yang fana.
Seakan di tahap itu ia sadar, saat melihat orang-orang gaptek sama seperti dirinya dahulu. Ia sadar ia telah melangkah jauh, hanya karena ejekan teman-temannya atas kegaptekannya dan kini bully-an itu jadi batu loncatan membuat ia ahli di bidang yang buat dirinya dulu keringat dingin.
Mungkin potensi itu tak pernah keluar andai saja teman-temannya tidak meledeknya, ia mungkin sama seperti seorang manusia nan gaptek di sudut yang sana. Begitu bingung hanya untuk mengoperasikan sebuah komputer. Tapi kini ia adalah seorang penganalisis jaringan komputer ternama yang menjadi kepercayaan banyak orang.
Kini jangan sebut diriku seorang manusia gaptek lagi tapi seorang Mastah IT.
Tags:
Fiksi
0 comments