Ayah Muda
Seorang lelaki paruh baya duduk di salah satu bangku besi panjang. Menunggu dengan cemas, sesekali matanya mengarah ke ruangan yang ada di salah satu sudut rumah sakit.
Pikirannya campur aduk dan ia seakan tak bisa duduk tenang, menunggu kepastian nasib orang tercintanya. Mempertaruhkan nyawa dirinya atau calon sang buah hatinya. Kini istri sedang melalui proses menjadi seorang ibu dan dirinya menjadi seorang: Ayah muda.
Itu seakan diperparah karena ia sangat takut dengan darah. Kecemasan mungkin bukan hanya punya wanita, lelaki tak jarang harus merasakan ketakutan yang sama besarnya.
Kata siapa seorang ayah tak punya rasa takut, kadang ia punya kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan ibu yang sedang melahirkan. Ia seakan takut mendampingi sang istri. Ia lebih baik duduk di luar dengan perasaan cemas dan takut.
Rasa takut darah hingga menggendong saat bayinya seakan dirasakan. Banyak dari para ayah yang sulit mengekspresikan perasaannya.
Campur aduk semuanya..
Apakah itu cemas, takut, senang, hingga sedih. Semua campur baur satu sama lain, tak seperti wanita yang mudah mengekspresikan diri. Lelaki seakan sangat sulit menitikkan air mata, hanya raut wajah yang sedikit banyak menggambarkan semua itu.
Seakan pikirannya membayangkan jauh ke belakang, saat ia mengucapkan janji suci kepada istrinya. Menaruh tangan dia ubun-ubun istrinya sambil membacakan doa.
Semua telah berlalu setahun lamanya, kini ia sudah membangun bahtera rumah tangga dengan orang ya ia cintai. Kini ia menunggu hal-hal mendebarkan tentang kelahiran anak pertama. Seakan membuat keluarga kecilnya terasa lengkap.
Masa-masa saat istrinya mengandung sang calon ayah begitu siaga. Kebiasaannya yang sering keluyuran saat lajang hilang. Ia seakan menjadi seorang suami siaga. Andai istri ngidam macam-macam semua bisa ia lakukan.
Ia seakan tak sungkan-sungkan mendengarkan keluhan istri. Telinga penuh dengan curhatan saat istri mengandung.
Ayah zaman now seakan pintar, mereka dibekali informasi yang lengkap dalam menghadapi istrinya mengandung hingga proses bersalin. Seakan rasa takut itu menghilang, dan kini ia siap dengan risiko terburuk.
Kini rasa cemas, takut dan panik mulai berganti dengan rasa senang dan bergembira. Salah seorang dokter memperbolehkan dirinya masuk. Ia berkonsultasi dengan dokter bahwa operasi berjalan lancar, dan sang dokter mengabarkan anaknya ialah berkelamin laki-laki.
Sebuah kebanggaan, karena ia akan membayangkan putranya nanti kuat dan tangguh seperti dirinya. Ia kini punya sobat kecil yang bisa ia gendong dan timang.
Ia berkata di dalam hatinya, akhirnya aku menjadi seorang ayah. Seorang ayah yang masih hijau dalam membina anak. Tapi aku akan belajar dan mengajarkan yang terbaik untuknya semampu diriku.
Sejumlah nama terbesit di dalam pikirannya saat mengetahui anaknya. Semua nama yang ia susun rapi menjadi pilihannya kelak.
Kini ia bisa masuk di ruang bersalin, melihat istrinya yang istirahat dan terjulur lemas. Ia seakan melihat bayi mungil yang sedang tertidur setelah dimandikan oleh para perawat.
Seakan ia telah menjadi seorang ayah, statusnya telah berubah dari seorang suami menjadi seorang ayah.
Tak lama kemudian bayi tersebut terbangun dan menangis, menandakan banyak suara di sekitarnya. Sang ayah pun refleks buat mengazankan putra pertamanya tersebut. Suara azan sang ayah menggema hingga ke sudut rumah sakit.
Sifat kerasnya seakan melunak, ia dekap dan gendong anaknya yang baru saja melihat dunia. Ia seakan punya sejuta keinginan yang ia wujudkan sang jagoannya besar. Mencintai hobinya, mengajaknya menendang bola dan mengajaknya rutin ke masjid.
Dan banyak hal yang ingin ia lakukan saat sang buah hati beranjak besar. Ia pun berjanji dengan dirinya dan istrinya, menjadi ayah sebenarnya. Karena ikatan kuat ayah dan anak tak kalah kuat ikatan kuat dengan ibunya.
Seakan itu terasa indah, menghilangkan sifat ego di dalam dirinya.. Ia tak malu mendorong kereta bayi hanya untuk putranya kelak. Seakan ia menandakan ayah tak sungkan melakukan apa yang dilakukan sang ibu.
Lalu ia pun menasbihkan dirinya sebagai; Ayah muda.
Tags:
Perumpamaan
0 comments