Filosofi Pohon

Filosofi pohon, semakin rindang dan banyak buahnya makin banyak manusia yang memanfaatkannya. Terik panas yang membakar di siang hari terasa tak sampai menembus dedaunan dan batang kayu sang pohon. Cahaya matahari tak bisa memperlihatkan kedigdayaannya terhalang dedaunan yang saling menutup satu sama lain.

Udara segar hasil hembusan angin dari batang pohon tak kalah membuat sejuk dan syahdu. Buat siapa saja ingin berlama-lama di bawah sang pohon, melepas penat dan menyempatkan diri untuk istirahat. Udara segar itu pohon bagikan cuma-cuma ke alam setelah mengubah karbon-karbon menjadi oksigen.
Tak hanya itu saja, saat hujan turun dengan derasnya, Pohon nan rindang menjadi penyelamat bagi pejalan kaki yang menyelamatkan diri dari guyuran hujan. Tak ada tempat berteduh serindang pohon yang daunnya seakan-akan meredam air hujan, semua manusia terselamatkan sementara dari basah kuyup.

Filosofi pohon tak hanya itu saja, buah-buah nan ranum sangat bermanfaatkan. Bentuknya yang rindang membuat siapa saja dengan mudah bisa memetiknya tanpa perlu memanjat jauh ke atas. Bergantungan di tangkai dan berharap segera dipeting oleh tangan manusia dan merasakan enaknya dirinya.

Taman-taman juga akan indah bila dihiasi oleh berbagai pohon nan rindang. Memberikan ketenangan dan ketenteraman batin, hewan-hewan pun memanfaatkan pepohonan tersebut untuk tinggal dan mencari makan. Begitu banyak manfaatnya. Mata-mata manusia yang melihat hijaunya pepohonan merasakan kesejukan setelah dibebat stres seharian.

Perumpamaan pohon nan rindang ibarat manusia yang memberikan manfaat kepada sekitarnya. Ia tak perlu tinggi hati dan tinggi diri dibandingkan pohon yang lainnya. Ia cukup sebagai penyejuk di kala panas tiba dan penangkal butir tetes-tetes hujan.

Kini manusia seakan berlomba-lomba menjadi yang paling tinggi dari yang lain agar bisa terlihat dari kejauhan. Layaknya pohon tinggi bertarung siap yang paling dahulu merasakan cahaya matahari. Ia ingin menjulang akan segala kemampuan yang dimiliki, semua prestasi itu diraih dengan sendirinya. Mengabaikan apa yang lebih bermanfaat untuk sekitar.

Tinggi ke atas tapi lupa untuk bercabang ke arah samping

Dahulu saya pernah mempermasalahkan kenapa dengan teganya teman dekat saya mematahkan pucuk tumbuhan yang sedang mekar ke atas. Saya bergumam, sepertinya teman saya ini perusak tumbuhan. Si pucuk pohon butuh waktu lama untuk tumbuh lagi, namun tak seindah dulu. Ia sudah meninggalkan luka bekas patahan.

Saya pun mempertanyakan hal kepada teman saya,

Ada apa gerangan engkau mematahkan dahan kayu yang tumbuh menjulang ke atas.
Sambil menghela nafas ia berucap:

Agar ia bisa tumbuh ke samping dan menjadi tumbuhan rindang kelak ke depan. Dan beberapa lama kemudian pohon yang dahulunya masih kecil berubah menjadi sebuah pohon besar nan rindang. Barulah saya percaya bahwa itu untuk kebaikan si pohon, ia tak mudah patah. Membangun kekuatan dari bawah.

Saya pun membandingkan semua itu dalam hal konteks pendidikan dan pengetahuan, semakin tinggi sekolahnya mengejar ambisi hingga lupa sekitar yang lebih berarti. Apakah arti daku harus berhenti mengejar pendidikan yang kemudian kelak lebih berarti pula. Semua butuh keseimbangan.

Kadang kala pohon yang menjulang punya ambisi pribadi layaknya manusia, namun saat ia berada di atas ia lupa bahwa banyak yang menyukai pohon rendah namun begitu rimbun. Semakin tinggi pula, makin kuat angin yang harus dihadapi. Sewaktu-waktu angin kencang bisa menumbangkan dirinya ibarat cobaan dan cacian atas segala prestasi yang dimiliki.

Tengoklah pohon rendah nan rindang di sana, ia sama dengan si pohon tinggi dahulu. Tanah tempat ia berpijak bukanlah tanah yang subur, ibarat manusia ia adalah orang biasa-biasa saja.

Lalu ada manusia yang rela mematah-matah setiap pucuknya beberapa bulan sekali.

Sudah diri pendek kini diriku sering dipetik saat ingin menggapai secercah cahaya matahari. Alhasil, atas buah kesabaran diriku ini yang membuat diriku jadi pohon rindang. Aku yang bermurung durja dahulu kini jadi primadona manusia untuk berteduh.

Perumpamaan terhadap manusia layaknya orang tak terlalu pintar namun ia sadar dan membuat dirinya serendah mungkin agar bisa sejajar dengan yang lebih rendah darinya. Kedekatan ini menghasilkan jalinan kuat yang sebenarnya sekitar inginkan.

Sedangkan pohon yang tinggi menjulang ibarat filosofi pohon tak beranting, ia tinggi menjulang tetapi hanya orang-orang tertentu yang bisa mengerti dan menggapai ilmu (buah) yang ia miliki. Butuh keahlian khusus untuk berusaha memanjat karya hasil yang menjulang ke atas.

Sedangkan si pohon pendek nan rindang, dengan segala kemudahan dirinya membuat siapa saja tanpa terkecuali dengan mudah mengambil buahnya. Lalu saat hujan dan panas datang menerjang, si pohon tinggi hanya mampu melindungi dirinya sendiri. Tak ada yang nyaman berteduh lama di bawahnya sedangkan si pohon rindang memberikan segala perlindungan yang dibutuhkan oleh banyak orang.

Siapakah pohon yang lebih baik lagi?
Dia adalah si pohon tinggi nan rindang, ia adalah gabungan si pohon tinggi menjulang dan si pohon rindang dan rendah. Walaupun tak menghasilkan buah yang mudah dijangkau bak si pohon rendah. Iya mampu memberikan keteduhan lebih tinggi kepada sekitar.

Ini ibarat seorang yang punya alur pendidikan nan tinggi, akan tetapi ia tidak lupa untuk membumi. Memberikan naungan dan manfaat kepada sekitar dari cabang-cabang yang ia miliki. Segala buah prestasi yang ia miliki jadi kebanggaan tak hanya dirinya semata tapi sekitarnya.

Ibarat sebuah pohon yang paling besar di hutan rimba, ia terlihat begitu gagah dari kejauhan dan saat berada di mukanya pohon itu kaya berjuta manfaat. Buah-buah jatuh dari dahannya, memberikan kepada siapa yang menginginkannya.

Air tanah pula ia kontrol di bawah akarnya agar hutan tak paceklik, menangkap ke udara dan membumi seperti bumi. Itulah filosofi yang perlu disanjung.

Karena itu pohon adalah filosofi hidup yang menggambarkan problematika hidup untuk tak hanya mengejar gemerlapnya prestasi tapi harus diikuti dengan langkah berbagi dan memberikan manfaatkan kepada orang lain.

Itulah pohon, pemberi filosofi hidup.

Share:

0 comments