Kumandang azan subuh memecah keheningan di subuh dengan napas tersengal-sengal sambil melihat jam, ada perkara besar yang terlewatkan begitu saja. Ternyata itu tandanya waktu imsak telah lewat, semakin jelas terlihat berwarna putih di langit sebelah timur.
Ada apa gerangan... Ternyata waktu sahur telah lewat
Bangun dalam keadaan penuh kegundahan tak karuan, apalagi di malam harinya tak ada makanan yang mengganjal perut dan minuman yang membasahi tenggorokan. Menu yang dipersiapkan harus terdiam tanpa bisa di makan. Imsak telah memberi tanda menyesakkan, tanpa bisa menyentuhkan makan yang telah disiapkan.
Ini kisah hidup jadi satu-satunya anak dalam keluarga, bak ibarat si mata uang dalam merasakan susah dan senang. Punya akses segalanya dan paling disayang tentunya oleh kedua orang tua. Itulah hal yang dirasakan jadi salah satunya anak di rumah, sebutan yang akrab di telinga yaitu anak semata wayang.
Namun begitu banyak prasangka dan dugaan yang dihadapi oleh anak tunggal dalam menjalani hidupnya. Lika-liku hidup siapa yang tak punya, semua pasti merasakan mulai dianggap terlalu manja atau terlalu mandiri. Anggapan itu selalu melekat erat anak satu-satunya sang orang tua, kami ingin mendongkrak anggapan tak berdasar itu.
Ayo segera siap-siap, sekarang giliran kamu. Pekik suara sutradara saat memanggil sang pemeran pengganti.
Adegan berbahaya kini harus dihadapi, menggantikan tokoh utama yang duduk sampai menggoyangkan kakinya dan melepas penat. Aba-aba dari sutradara pun dimulai dan saat itulah ia beraksi layaknya pikiran random sutradara.
Aku ialah seorang gadis paruh baya dan kini usiaku kini telah mulai menginjak seperempat abad. Level pendidikan tertinggi di jurusan ternama di kampus telah hampir di kusandang, hanya menunggu seremoni saja.
Namun ada satu yang kurang dan belum terpenuhi, yaitu jodoh. Mungkin rasa gundah dan gulana itu datang tak kenal waktu. Persoalan yang paling tak mengenakkan ialah masalah usia dan teman-teman yang mulai menimbang momongan. Jelas diri ini iri tak menentu karena teman yang telah berkeluarga hidup terlihat penuh akan kebahagiaan.
Tak ada yang menyangka itu adalah selasa kelam di kota metropolitan dunia, New York. Langit begitu cerah dan aku siap dengan pekerjaan baruku di sebuah restoran ternama. Bagaimana bangganya diriku bisa bekerja di sebuah restoran tertinggi di kotaku. Orang tuaku di negara bagian pasti tersenyum bangga dengan pekerjaanku saat ini.
Awal mulanya dirinya sering dianggap lemah oleh sekitarnya. Ia telat memulai saat orang lain telah begitu akrab dengan teknologi, sering ditertawai dan jadi bahan olok-olok adalah makanan sehari-hari si pria.
Pria itu tak bergeming dan ia sadar bahwa tertinggal. Namun ia harus mengejar segala ketertinggalan tersebut dari teman-temannya. Di saat yang lain dengan mudahnya berinteraksi dengan teknologi, si pria hanya mampu memperhatikan itu semua. Ia layak dianggap manusia gaptek di antara kumpulan manusia melek.
Mengenal Penulis
Top of The Top
-
Ini bisa dibilang pertemuan pertama denganmu. Semua persiapan coba lakukan, mempersiapkan segala hal. Terlepas apa yang nantinya kita bicara...
-
Secara tak langsung jawaban yang kamu berikan perlahan berkurang. Rasanya tak asyik seperti dulu, seakan ada benteng besar yang menghalangi ...
-
Gunung terlihat menjulang tinggi, seperti ingin sekali menusuk-nusuk langit. Rupanya yang menjulang terlihat begitu gagah dari kejauhan. Sem...
-
Abang harus latihan tenis, seru kali tau....!! Sebuah himbauan yang mengejutkan pikiranku hening berpikir, diriku seakan tak bisa atau tah...
-
Waktu menunjukkan pukul 20:00 WIB, keberangkatan tinggal di depan mata. Para kernet tengah sibuknya mendata penumpang yang sudah naik ke dal...