Gemerlap Cahaya

Matahari kembali ke peraduannya diikuti dengan bayangan gelap yang datang dari timur. Menutup secara keseluruhan langit menjadi hitam gelap. Perbedaan kontras itu sebagai contoh siklus hidup, ada siang dan malam yang saling menghiasi satu sama lain.

Kala malam datang manusia seakan kehilangan kemampuan melihatnya. Manusia selaku makhluk diurnal seakan butuh cahaya untuk melihat di malam yang gelap. Gemerlapnya cahaya bulan dan bintang tetap tak mampu sepenuhnya membantu manusia.

Perkembangan zaman yang berubah dari masa ke masa seakan membuat manusia melakukan inovasi di bidang penerangan kala malam hari. Dahulu mungkin manusia masih mengandalkan cahaya obor, namun kini listrik jadi sumber energi sekaligus cahaya.

Bagaimana indahnya kota-kota terkemuka di dunia di malam hari lewat cahaya yang dihasilkan. Membuat manusia bisa berjalan ke sana kemari tanpa takut tersandung atau hilang arah karena gelap. Malam bukan alasan manusia tak beraktivitas karena telah gemerlapnya cahaya.

Namun semua terasa menyesakkan dada saat listrik sering padam dibandingkan menyala. Manusia kehilangan menikmati gemerlapnya cahaya, sifat manusia yang seakan butuh cahaya. seakan layaknya laron yang mengerumuni secercah cahaya.

Manusia pasti begitu kesulitan tanpa cahaya, karena manusia modern menganggap cahaya layaknya kebutuhan sekunder dalam hidup. Bagaimana geramnya saat listrik bentuk dari representasi cahaya kala malam tiba tidak menyala. Manusia layaknya hidup di zaman purba, membawa obor dan menemukan penyala api secepat mungkin.

Sudah kodratnya manusia tertuju pada cahaya di antara gelapnya malam, gemerlap cahaya tersebut layaknya panggilan untuk mendekat. Jadi saat cahaya itu tak ada, siap-siaplah manusia hanya duduk diam tak ke mana-mana.

Siang mungkin sudah kodratnya bersinar terang, namun malam butuh kemajuan dari kelompok manusia untuk mengubahnya lebih bercahaya. Itu semuanya jadi bukti peradaban kelompok manusia satu dengan lain berbeda. Ibarat perbandingan Apple to Apple, itulah bukti mana terdepan dan terbelakang.

Coba kita memiliki jauh perbedaan perkampungan dengan perkotaan padat kala malam tiba. Aktivitas manusia sangat kontras bak bumi dan langit, penduduk kampung menganggap sepenuhnya malam sebagai waktu istirahat total sedangkan warga perkotaan waktu hiburan di mulai. Mengisi kekosongan waktu yang termakan begitu lama dengan pekerjaan di kala siang hari.

Gemerlap cahaya seakan buat manusia mengabaikan waktu tidurnya, sibuk dengan cahaya yang terus menyala terang sembari makin menipisnya waktu tidurnya. Ibarat kumpulan Laron tanpa henti mengitari bola lampu di teras rumah, tak terasa energinya terkuras habis. Tapi disadari pagi mulai datang.

Saat itulah manusia yang terlalu menikmati gemerlap cahaya berpikir: waktu tidurku telah habis, habislah aku esok pagi.

Share:

0 comments