Suporter Tandang


Perasaan bergidik ngeri pasti datang mengiringi perjalanan bertandang ke markas lawan. Mendukung tim kesayangan memperoleh hasil maksimal hingga ke markas lawan. 

Menempuh jarak yang jauh hingga melintas berbagai negara hanya untuk merasakan atmosfer stadion, berbeda jauh dengan hanya duduk di depan TV ditemani segelas cokelat hangat. 


Para suporter pasti akrab dengan istilah “pemain ke 12” memberikan semangat tiada henti-hentinya. Mereka paling setia saat klub atau negaranya bertanding, merelakan waktu, tenaga, dan bahkan uang.

Semua itu bak kegembiraan tersendiri, berada dekat dengan idolanya yang mungkin para penonton layar kaca tidak rasakan. Para suporter tandang mungkin harus menghadapi segala risiko yang ia ambil.

Mulai dari akomodasi yang terhambat, akses jalan yang membingungkan, dan tidak mendapatkan tiket pertandingan. Hambatan itu pasti membayangi segala pikiran suporter tandang.

Suporter tandang mungkin datang bergerombolan, dari berbagai latar belakang, suku, bahasa, dan bangsa. Pengalaman menembus jarang yang terasa marjinal bagi mereka dan sebuah kebanggaan itu terasa kentara saat tiba ke markas lawan.

Rasa takut dan was-was pasti saja ada, apalagi stadion sang lawan ialah tempat angker bagi siapa saja yang mencoba mencuri poin. Jangan harap banyak fans lawan yang berani datang ke situ, pasti mereka terintimidasi.

Namun keyakinan dan perjuangan panjang harus tak membuat nyali ciut dan perut mual, saatnya menyemangati tim kesayangan mereka berlaga. Mereka jadi “pemain ke 12” di ganda terdepan dalam hal dukungan.

Kadang pula suporter tak cukup menyemangati timnya dengan berbagai chants, tak ayal mereka kadang merancang sesuatu yang membuat kandang lawan terasa goyang. Tim yang ia dukung seakan bermain di rumah sendiri.

Berbagai bentuk koreo jadi salah satu kreativitas “pemain ke 12”, segala mereka lakukan karena tim mereka tidak gugup saat bermain di kandang lawan. Mereka tidak hanya duduk diam saat sedang tertinggal dan gugup saat timnya terus ditekan lawan. Tapi tetap semangat layaknya mereka akan menang dan legowo pada hasil akhir.

Di luar dugaan pemain di lapangan pun merasakan perasaan yang sama, berjuang hingga titik penghabisan. Membalikkan keadaan dan malah menekan tim tamu, bermain kesetanan dan memetik angka penuh yang begitu berharga.

Hingga akhirnya peluit panjang ditiupkan dan menggema di seluruh stadion, Para suporter tim tamu pun harus terkejut karena kandang mereka yang sangat angker untuk siapa saja berhasil ditaklukkan oleh tim lemah dan beberapa gerombolan suporter setia mereka.

Bukannya marah dan membalasnya dengan tindakan tidak sportif, mereka besar hati menerima kekalahan timnya. Tindakan itu harus mereka lakukan juga yaitu menjadi suporter tandang di waktu lainnya. Mereka sadar kekuatan suporter begitu kentara saat tim tertekan keras dan mampu membalikkan keadaan.

Saat pertandingan usai, para suporter tandang yang merasa takut akan tindakan kekerasan suporter tuan rumah bisa bernafas lega. Mereka menerima dengan terbuka dan memberikan rangkulan selamat dan ucapan selamat tinggal.

Sepak bola seakan membangun persatuan walaupun belum kenal dan bahkan itu rival, menerima dengan tangan terbuka. Karena semua hanya di atas lapangan dan di luar kita adalah saudara yang mencintai sepak bola dan bagian dari “pemain ke 12”.


Menjadi suporter tandang bukan saja tujuan mencari kemenangan, tapi tantangan dan sikap dewasa dalam mendukung tim kesayangan dalam balutan persaudaraan.

Share:

0 comments