
Kami rindu gelar....
Dahaga gelar seakan kering kerontang berabad lamanya, menahan raksasa tua dari siberia seakan cerita lama yang selalu dipupuk. Lamanya cerita itu bak dongeng sebelum tidur, membuat tidur pecinta si kulit bundar.
Peluang itu seakan mulai datang, di mulai pemain-pemain yang punya kapabilitas tinggi di setiap lini. Hingga jadi tuan rumah bak sebuah kombinasi lengkap. Kesempatan yang langka karena menjadi penggembira saja tak cukup. Kini kami berangkat sebagai sang juara, mengangkat tinggi sang trofi ke atas langit.
Cermin engkau adalah refleksi nyata tubuh dan jiwa ini,
saat bangun pagi di depan westafel hal yang paling pertama kamu lihat adalah
wajahmu. Kusut ditimpa kasur dan penuh belekan di mata. Cermin tak pernah
berbohong, sifatnya aslinya nyata adalah patokan saat melihat raut mukamu kala
bangun tidur. Terlihat layu ataukah terlihat begitu menawan setelah berhias.
Burung
mulai bersiap-siap mengepakkan sayapnya untuk pulang ke rumah, langit mulai
terlihat redup bercampur warna kekuningan. Matahari mulai pergi tenggelam
perlahan sembari pergi, melaksanakan tugas menyinari wilayah lain nan jauh.
Gunung terlihat menjulang tinggi, seperti ingin sekali
menusuk-nusuk langit. Rupanya yang menjulang terlihat begitu gagah dari
kejauhan. Semua mata tertuju pada karya tuhan itu. Tumpukan bebatuan dan tanah
saling bertubrukan hingga padat menghasilkan karya, sebuah kontur kasar bernama
“gunung”

Banyak yang menganggap waktu adalah emas, tapi begitu
banyak yang membuang waktunya secara percuma. Manusia sangat tahu bahwa waktu
berharga sehingga manusia menciptakan alat yang mampu menghitung waktu bergerak
dari masa ke masa. Jam itulah namaku.