Berwarna hijau sepanjang mata memandang, terhampar luas berbagai tumbuhan. Saling menjejali satu sama lain, seakan sangat sulit untuk ditembus sinar matahari. Menjulang tinggi saling berkuasa satu sama lain, menghasilkan kerapatan tinggi.
Saat hujan turun, air hujan sulit tembus apalagi cahaya matahari terlalu bias menembusi diri kami. Suara burung begitu merdu, saling sahut menyahut satu sama lain. Inilah daerah kami kata sang burung sambil memamerkan suaranya kepada si betina yang tersipu malu di ranting pohon rendah.
Hutan tropis itu memanjang sepanjang garis khatulistiwa menjadikan setiap daratan di bumi yang berada di zona itu tumbuh subur dan rapat oleh pepohonan nan rapat. Pohon-pohon yang tinggi seakan membentuk kanopi seperti melindungi sejumlah makhluk lemah lainnya tubuh subur.
Beragam lumut, epifit dan anggrek saling merambat dan memenuhi si kaki pepohonan. Kesan hijau dan lembab seakan begitu melekat dari si hutan. Siapa saja yang coba menembusi hutan tropis harus punya cara ekstra, kerapatannya layaknya kesatuan nan padu.
Tak hanya itu ada begitu banyak hewan langka yang hanya ada di kebun binatang dan perlindungan hewan hidup bebas di alam dalam hutan hujan tropis. Harimau bersembunyi di baik semak-semak sambil membidik mangsanya yang sedang makan. Kawanan Orangutan saing bergelantung dari satu akan ke akar lain. Menebarkan biji-biji di hutan dari sisa makanannya.
Ada pula kawanan gajah yang sedang menyemprotkan air ke gajah lain di sungai. Di sudut tak terlalu jauh ada beberapa badak bercula sedang duduk di dalam lumpur sambil mendinginkan tubuhnya. Suasana hutan nan kondusif dan beragam jadi nyawa sebenarnya si hutan hujan tropis.
Kini semua jauh berubah, tak ada lagi suara derau burung saling sahut-sahutan. Berganti suara alat pemotong kayu dan Buldozer meratakan si hutan menjadi lahan baru yang lebih ekonomi. Harimau malah berganti ketakutan diburu para pemburu kulitnya dan badak dengan santai selalu bermain lumpur sambil memakan dedaunan seperti menghilang tak tahu ke mana. Meninggalkan kubangan kering. Ia tak mau dirinya punah secepat ini.
Gajah yang paling berani menentang lahan mereka seakan tak berdaya menghadapi para pembalak dan pemburu. Ia seakan jadi bulan-bulanan dan gadingnya siap terpampang di dinding rumah konglomerat.
Hutan tropis tersulap jadi lahan ekonomi dari cukong-cukong kayu dan juragan kelapa sawit. Hewan-hewan tadi seperti menghilang tak tahu ke mana rimbanya. Ia seakan takut bersuara dan bergerak-gerik. Hutan tempat tinggalnya tinggal kenangan lama, kerapatannya setiap hari makin terkikis habis.
Siapa yang bisa menolong mereka semua?
Manusia berempati sangat terketuk hatinya melakukan perubahan kepada alam. Mereka sadar apa yang dilakukan oleh segelintir manusia perusak hutan ialah tindakan keji. Akumulasi hutan yang rusak dan bencana datang satu sama lain. Alam seakan membalas doa-doa makhluk yang terancam. Bencana datang silih berganti tak mengenal musim.
Manusia yang tak melakukan merasakan akibatnya. Kebakaran hutan, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan naiknya suhu bumi adalah segala akumulasi segala dosa segelintir manusia peraut keuntungan.
Melihat segala hal itu, buat jutaan hati manusia terketuk. Menekan pemerintah, menekan para pemangku hukum untuk bertindak lebih tegas. Mengembalikan si hutan, mengembalikan kenyamanan makhluk hidupnya.
Cerita-cerita singa, badak, Orangutan dan gajah bak hikayat kepada anak cucu andai tak ada aksi nyata. Merangkul tangan bersama menindak segala kejahatan kepada alam. Mengembalikan dan reboisasi jutaan hektar tanah menjadi hutan kembali. Hijau dan rapat seperti dahulu, memberikan ketenangan sejauh mata memandang.
Itulah kau si hutan hujan tropis