Hidup ini seperti anggapan fenomena gunung es, hanya melihat yang tampak-tampak saja dan seakan mengabaikan segala yang tak tampak. Meruncing tajam ke atas dan membesar ke arah bawah. Itulah fenomena gunung es dan begitu banyak mengabaikannya atau tak mau tahu.
Gambaran hidup layaknya fenomena gunung es datang dari orang lain yang hanya melihat secara kasat mata. Sedangkan yang tidak terlihat seperti diabaikan. Di darat fenomena itu saya namakan fenomena tumbuhan umbi-umbian. Hanya tumbuh sebatang namun tak melihat seberapa besar devisa di dalam tanah. Sedangkan tumbuhan yang tumbuh mengembang besar di daratan jadi daya tarik. Namun ia begitu rapuh saat dicabut dan hanya punya kecil devisa.
Cuaca juga sebagai pembentuk watak dan sifat masyarakat suatu wilayah. Berdasarkan data dan fakta yang terungkap, kekerasan dan peperangan banyak terjadi di daerah yang beriklim relatif panas. Sedangkan daerah dingin sedikit adem ayem menyikapi permasalahan dan lebih baik berdamai layaknya alam.
Banyak yang mengatakan cuaca erat dengan kemajuan, walaupun anggapan seperti itu hanya hipotesis semata. Bangsa yang kehidupannya relatif standar rendah alias tak punya iklim yang terlalu ekstrem cenderung hidup dengan biasa-biasa dan hanya menjadi bangsa yang biasa-biasa pula.
Seekor anak burung menatap dari ketinggian sarangnya, ia begitu penasaran dengan namanya terbang. Bulu-bulu halus mulai tumbuh di sepanjang sayapnya yang masih begitu lunak. Mencoba mengepakkan sayap dan terbang layaknya burung dewasa lainnya.
Ia mencoba mengambil ancang-ancang, dan ia terbang mengangkasa layaknya burung dewasa lainnya. Ia punya insting yang sama tanpa perlu menjalani proses jalan. Semua makhluk hidup mengalami masa itu, pengecualian bagi seorang manusia.
Rumput tumbuh panjang di lapangan bola, tumbuh menjulang ke atas dan buat siapa saja yang bermain bola kesulitan menendang bola. Ia harus rela diinjak-injak oleh manusia yang bermain bola. Menahan beban manusia-manusia yang lumayan berat.
Ia tak punya tangan untuk berpegang, tertekan ke arah bawah dengan keras. Si rumput harus hancur menjadi kekuningan. Injakan manusia begitu membekas, rumput yang memanjang seakan mulai mati. Terganti dengan rerumputan muda yang ingin unjuk diri.
Senja pun mulai terlihat dari jauh, berwarna kekuning-kuningan dari ufuk barat. Seakan-akan matahari akan segera tenggelam. Itu semakin jelas terlihat dari pantai nan landai, matahari seakan tenggelam secara perlahan-lahan disambut oleh lambaian cemara pantai. Mereka berbaris rapi layaknya para prajurit saat apel pagi.
Mereka para cemara pantai meliuk-liuk setiap hari dan seakan tak pernah patah akan dahannya apalagi tumbang. Saat senja datang, angin darat pun tiba. Meniup para nelayan ke tengah laut untuk mencari ikan dan cemara pantai seolah menunduk ke arah laut. Sedangkan saat pagi hari, giliran lebih banyak menunduk ke arah darat akibat angin laut yang membawa pulang nelayan serta tangkapannya.