Seekor anak burung menatap dari ketinggian sarangnya, ia begitu penasaran dengan namanya terbang. Bulu-bulu halus mulai tumbuh di sepanjang sayapnya yang masih begitu lunak. Mencoba mengepakkan sayap dan terbang layaknya burung dewasa lainnya.
Ia mencoba mengambil ancang-ancang, dan ia terbang mengangkasa layaknya burung dewasa lainnya. Ia punya insting yang sama tanpa perlu menjalani proses jalan. Semua makhluk hidup mengalami masa itu, pengecualian bagi seorang manusia.
Rumput tumbuh panjang di lapangan bola, tumbuh menjulang ke atas dan buat siapa saja yang bermain bola kesulitan menendang bola. Ia harus rela diinjak-injak oleh manusia yang bermain bola. Menahan beban manusia-manusia yang lumayan berat.
Ia tak punya tangan untuk berpegang, tertekan ke arah bawah dengan keras. Si rumput harus hancur menjadi kekuningan. Injakan manusia begitu membekas, rumput yang memanjang seakan mulai mati. Terganti dengan rerumputan muda yang ingin unjuk diri.
Senja pun mulai terlihat dari jauh, berwarna kekuning-kuningan dari ufuk barat. Seakan-akan matahari akan segera tenggelam. Itu semakin jelas terlihat dari pantai nan landai, matahari seakan tenggelam secara perlahan-lahan disambut oleh lambaian cemara pantai. Mereka berbaris rapi layaknya para prajurit saat apel pagi.
Mereka para cemara pantai meliuk-liuk setiap hari dan seakan tak pernah patah akan dahannya apalagi tumbang. Saat senja datang, angin darat pun tiba. Meniup para nelayan ke tengah laut untuk mencari ikan dan cemara pantai seolah menunduk ke arah laut. Sedangkan saat pagi hari, giliran lebih banyak menunduk ke arah darat akibat angin laut yang membawa pulang nelayan serta tangkapannya.
Berbicara itu mudah diucapkan, tersampaikan atau terabaikan begitu saja, lalu menghilang terbawa oleh angin yang bertiup. Masuk ke dalam telinga dan tak berapa lama kemudian terabaikan. Semua bisa dengan mudah berucap dan bisa dipahami oleh mendengarkannya.
Namun menulis, Ini lebih sulit dan berbeda, tak lepas seperti suara yang mudah dibawa angin dengan mudah. Begitu banyak yang sedikit terhenyak saat menulis, harus berpikiran panjang, merangkai kata dan bahkan mengeja kalimat itu sebelum jadi sebuah tulisan utuh.
Suara riuh rendah terdengar dari jauh dan dekat, bincang-bincang antar manusia di setiap sudut. Bau-bau kopi tercium mesra dipenuhi sesak oleh para lelaki paruh baya. Mereka seakan melepas penat seharian dengan secangkir kopi.
Saya sungguh takjub dengan kopi dan gelasnya yang begitu kecil. Ia mampu membias pengunjung kedai kopi duduk hingga punggung kebas. Kopi tercipta sebagai alat komunikasi politik yang mengemuka.
Ngopi yok?