Kumandang azan subuh memecah keheningan di subuh dengan napas tersengal-sengal sambil melihat jam, ada perkara besar yang terlewatkan begitu saja. Ternyata itu tandanya waktu imsak telah lewat, semakin jelas terlihat berwarna putih di langit sebelah timur.
Ada apa gerangan... Ternyata waktu sahur telah lewat
Bangun dalam keadaan penuh kegundahan tak karuan, apalagi di malam harinya tak ada makanan yang mengganjal perut dan minuman yang membasahi tenggorokan. Menu yang dipersiapkan harus terdiam tanpa bisa di makan. Imsak telah memberi tanda menyesakkan, tanpa bisa menyentuhkan makan yang telah disiapkan.
Ini kisah hidup jadi satu-satunya anak dalam keluarga, bak ibarat si mata uang dalam merasakan susah dan senang. Punya akses segalanya dan paling disayang tentunya oleh kedua orang tua. Itulah hal yang dirasakan jadi salah satunya anak di rumah, sebutan yang akrab di telinga yaitu anak semata wayang.
Namun begitu banyak prasangka dan dugaan yang dihadapi oleh anak tunggal dalam menjalani hidupnya. Lika-liku hidup siapa yang tak punya, semua pasti merasakan mulai dianggap terlalu manja atau terlalu mandiri. Anggapan itu selalu melekat erat anak satu-satunya sang orang tua, kami ingin mendongkrak anggapan tak berdasar itu.
Tak ada yang menyangka itu adalah selasa kelam di kota metropolitan dunia, New York. Langit begitu cerah dan aku siap dengan pekerjaan baruku di sebuah restoran ternama. Bagaimana bangganya diriku bisa bekerja di sebuah restoran tertinggi di kotaku. Orang tuaku di negara bagian pasti tersenyum bangga dengan pekerjaanku saat ini.

Awal mulanya dirinya sering dianggap lemah oleh sekitarnya. Ia telat memulai saat orang lain telah begitu akrab dengan teknologi, sering ditertawai dan jadi bahan olok-olok adalah makanan sehari-hari si pria.
Pria itu tak bergeming dan ia sadar bahwa tertinggal. Namun ia harus mengejar segala ketertinggalan tersebut dari teman-temannya. Di saat yang lain dengan mudahnya berinteraksi dengan teknologi, si pria hanya mampu memperhatikan itu semua. Ia layak dianggap manusia gaptek di antara kumpulan manusia melek.
Suara kumandang Azan Magrib pun tiba, matahari telah terbenam di ufuk barat dan itu tanda Bulan Ramadhan telah lewat. Kini giliran Bulan Syawal datang, menyambut jutaan umat muslim yang telah melewati rintangan sebulan penuh dengan menahan diri.
Lantunan takbir pun setelah Salat Magrib berkumandang saling bergantian antara surau dengan surau yang lain. Kini para muslim telah berhasil menunaikan segala kewajiban selama sebulan penuh.