On Air


Siang itu jadi hari yang sibuk, sudah saatnya ia bergegas pergi. Jadwal penampilannya hanya tinggal menghitung separuh jam lagi. Memacu dengan cepat hingga akhirnya tiba di sebuah tempat dengan pemancar.

Gedung yang tak asing buat seorang penyiar sepertinya. Para sobatnya sudah menyapa satu persatu. Kini giliranmu, sudah sejak seharian ia menemani pemirsa seharian penuh. Mungkin pinggangnya sudah pegal duduk di sana sejak berapa jam lalu


Kini giliran si penyiar baru mengambil kendali, lantunan lagu yang sedang diputar seakan jadi persiapan pergantian dirinya. Mungkin pendengar sedang larut di dalam lagu itu, ia dibagi microphone mengambil alih kendali itu dan headphone melekat di kepalanya.

Bersiap dan mengambil nafas,… Sapaan khas radio pun hadir, bisa saja berbicara semalaman suntuk. Bisa saja dengan bintang tamu dalam obrolan malam. Semuanya menyesuaikan dengan jadwal.

Menjadi penyiar tak perlu jadi seorang berwajah rupawan atau berpenampilan super rapi bila di bawah kendali microphone. Tidak ada yang peduli dan memperhatikan, mungkin hanya orang di dalam studio saja yang tahu itu bagaimana rupanya.

Kekuatannya hanya ada dari suara dan kecakapan di balik microphone, karena semuanya adalah para pendengar, bukan sang pemerhati seperti media visual. Warna suaranya begitu lekat di hati pendengarnya.

Mungkin penyiar radio akan akrab dengan request dan lagu kekinian, ia seakan tahu lagu sesuai dengan keinginan pendengarnya. Membacakan segala request dan terdengar sangat asyik, siapa saja yang mendengarkan di mana pun merasa terhibur.

Mungkin kini radio tak sejaya dulu, tapi penggemar setianya tak pernah oleh zaman. Saat musik hanya bisa diakses dan diketahui pemilik radio atau acara music di TV. Internet datang dan mengubah semuanya, siapa saja bisa mendengarkan music yang ia sukai tanpa repot-repot request.

Kadang lagu tersebut tidak ada di playlist dan si penyiar memberikan saran buat dirinya, tak ada rasa bantah setelahnya. Tapi itu semua bukan cara mudah mendengarkan musik, ini semua tentang cara mendengarkan musik yang kita sukai ke semua pendengar radio.

Bisa kirim salam dulu yang dilakukan di radio jauh lebih syahdu dibandingkan komentar di kolom sosial medianya. Memang bisa saja ia mendengarkan radio beda di sosial media hanya dirinya saja yang tahu dan para follower lainnya. Komentar seakan bisa tenggelam di dalam komentar lainnya. Apa daya semua, mungkin radio jadi pengganti sepadan meskipun masih begitu lawas.

Tembang-tembang lawas mungkin jadi sebuah andalan yang masih sangat lekat dengan pendengar. Mungkin radio adalah cara klasik mengingat memori lama, si pembawa acara selalu tahu cara memandu acara.

Tangannya sangat telaten dalam dengan mixer dan komputer dalam mengganti musik. Hingga akhirnya penghujung pekerjaannya selesainya. Tarikan napas lega, karena ngoceh sudah berhasil ia lakukan seharian.

Rasanya itu melelahkan, tapi baginya itu sebuah rutinitas menghiburkan pendengar. Era digital datang seakan mengganggu eksistensi, tapi mereka tidak bisa mengganti penggemar setianya. Syahdunya suara radio tak ada yang mampu menggantikannya,…

Siapa yang sudah dengar radio hari ini?

Share:

0 comments